Tuesday, 28 April 2015

Minggu Paskah V/B

INJIL MINGGU  PASKAH V/B : YOH 15,1-8
 
POKOK ANGGUR YANG BENAR – APA ITU?
Dalam Yoh 15:1-8 Yesus mengumpamakan diri sebagai pokok pohon anggur yang benar. Para murid ialah ranting-ranting yang tumbuh dari pokok itu. Juga Bapa yang ada di surga digambarkannya sebagai Dia yang mengusahakan agar ranting-ranting semakin berbuah. Apa maksud petikan ini?
Ada kesejajaran antara Injil ini dengan bacaan kedua (1Yoh 3:18-24). Penulis surat pertama Yohanes itu mengajak orang menyadari bahwa Allah adalah sumber kehidupan yang sungguh (ay. 19). Seperti digambarkan dalam Injil kali ini, Dia itu pokok yang menjadi tumpuan hidup ranting-ranting. Juga menjadi jelas bahwa dalam ranting yang hidup mengalir kekuatan yang berasal dari pokok. Surat Yohanes kali ini melukiskan daya ini sebagai kehadiran Roh dalam diri orang yang percaya (ay. 24).
 
BACAAN DAN LITURGI
 
Hingga Minggu Paskah ke IV bacaan-bacaan Injil masa Paskah memperlihatkan pelbagai segi dari misteri wafat dan kebangkitan Yesus serta pengalaman orang-orang yang paling dekat dengannya. Dalam Minggu ke-IV itu sendiri Yesus membicarakan diri sebagai "gembala yang baik" yang berani menyerahkan hidupnya dan berhasil memperolehnya kembali (Yoh 10:11-18). Dalam semua tahun liturgi, Injil bagi Minggu Paskah IV dipetik dari Yoh 10 yang menampilkan Yesus sebagai "gembala yang baik" tadi (tahun A Yoh 10:1-10, tahun B Yoh 10:11-18 dan tahun C Yoh 10:27-30). Setelah itu, juga dalam semua tahun, Injil pada hari Minggu Paskah V dan VI diambil dari wejangan-wejangan Yesus selama Perjamuan Terakhir yang termaktub dalam Yoh 13-15, dan pada hari Minggu Paskah VII, dari doa Yesus bagi murid-muridnya yang disampaikan dalam Yoh 17. Selama empat minggu menjelang Pentakosta ini kita mendengarkan Injil Yohanes agar semakin menyadari kedekatan Yesus dengan para murid-muridnya, mengikuti pesan-pesan serta doanya bagi mereka yang selanjutnya akan disertai sang Penolong, yakni Roh yang dikirim Bapanya sendiri.
Khusus menyangkut Yoh 15:1-8 yang dibacakan pada hari Minggu Paskah V tahun B ini, baiklah dilihat konteksnya. Disebutkan dalam Yoh 14:31 yang mendahului bacaan ini bahwa Yesus mengajak murid-muridnya untuk pergi dari "sini". Yang dimaksud tentunya tempat perjamuan terakhir. Tetapi sebelum mulai menceritakan kepergian Yesus ke seberang sungai Kidron, ke sebuah taman (Yoh 18:1), Yohanes masih menuliskan tiga bab lagi, yakni Yoh 15, 16 dan 17. Ketiga bab itu ada kaitannya dengan beberapa hal yang telah diutarakan dalam perjamuan terakhir (Yoh 13-14):
- Yesus itu pokok anggur yang benar (Yoh 15:1-8), artinya orang bisa hidup bersemi bila menjadi ranting-ranting hidup yang tumbuh dari pokok itu. Bila terpotong darinya maka orang akan binasa. Ini memberi keterangan lebih lanjut apa arti percaya kepadanya yang telah diutarakan selama perjamuan, khususnya dalam Yoh 14:1-14.
- Tetap bersama pokok anggur yang benar itu baru terwujud bila murid-murid saling mengasihi (Yoh 15:9-17). Inilah mengingatkan pada warisan rohani yang telah diberikannya dalam Yoh 13:34-35 yang pernah diulas bagi Minggu Paskah V tahun C. Di situ ditunjukkan cara menghadapi kekuatan-kekuatan jahat dari dunia ini. Sekaligus ditegaskan cara terbaik untuk mempersaksikan kebenaran ajaran Yesus (Yoh 15:18-26).
- Betul-betul akan datang Penolong yang akan menguatkan para murid (Yoh 16:1-15), juga bila orang merasa ditinggalkan sendirian (Yoh 16:16-33), satu pokok yang telah diutarakan dalam Yoh 14:23-29.
- Yesus berdoa agar Bapanya selalu melindungi murid-muridnya (Yoh 17). Mereka ini seperti halnya Yesus adalah orang-orang yang diutus mewartakan kehadiran Yang Ilahi di dunia yang dikungkung kekuatan-kekuatan jahat. Ini memberi arah rohani bagi semua pembicaraan dalam perjamuan terakhir.
Dari uraian di atas terlihat bahwa Yoh 15-17 diolah sebagai pendalaman kembali pokok-pokok terpenting yang muncul dalam perjamuan terakhir. Semakin disimak semakin kelihatan kekayaan rohani yang tersimpan di dalam ketiga bab itu. Bagian itu kiranya juga berperan sebagai ringkasan Injil Yohanes yang sepatutnya didalami oleh mereka yang mau menyampaikan homili atas dasar Injilnya.
 
POKOK ANGGUR YANG BENAR DAN RANTINGNYA
 
Yesus mengibaratkan diri sebagai "pokok anggur yang benar". Yang dimaksud dengan "pokok anggur" ialah bagian pohon yang dapat hidup terus bila yang di atas atau di bawahnya dipangkas. Bagian pohon itu dapat bersemi walau tampaknya mati. Para petani membuka kebun anggur baru dengan menanam pokok tadi di tanah yang baru. Ibarat ini kuat maknanya dan dimengerti juga oleh orang yang tidak tahu menahu perihal pohon anggur dan pengelolaannya. Dunia maknanya sudah tergarap dalam sastra Ibrani Perjanjian Lama. Ada beberapa ibarat dengan pokok anggur, misalnya Yer 2:21 Yeh 15:1-8; 17:1-10; 19:10.14 Hos 10:1 Mzm 80:9-20. (Baik dibedakan dengan ibarat kebun anggur, misalnya Yes 5:1-7). Muncul gambaran adanya kekuatan dapat terus bertumbuh walaupun tidak selalu menghasilkan buah yang diharapkan. Karena itu dalam Yoh 15 kali ini ditonjolkan pokok anggur "yang benar", artinya pokok yang subur dan dapat menumbuhkan ranting-ranting yang berbuah baik. Lawan pokok anggur yang benar ialah pokok anggur yang tak bakal tumbuh subur, yang "dari sananya" sudah kurang baik. Yesus tidak seperti itu. Ia justru tampil sebagai pokok yang dari asalnya cocok untuk ditanam, yang benar-benar asli, bukan yang tiruan atau kelihatannya bakal tumbuh baik tapi nyatanya membusuk! Gambaran inilah yang muncul dari dalam teks Yohanes ini.
Tetapi pokok yang benar pun perlu mendapat pemeliharaan. Dalam bacaan ini sisi itu amat ditonjolkan. Bahkan dikatakan bahwa Yang Maha Kuasa – sang Bapa sendirI – ialah pemeliharanya. Diusahakannya agar pokok itu semakin subur berbuah. Dalam ay. 2 disebutkan, Ia memotong tiap ranting yang tak berbuah dan membersihkan ranting yang berbuah agar makin subur. Tentunya bukan dimaksud tindakan menghakimi si ranting, melainkan ungkapan perhatian untuk membuat pokok yang benar itu berbuah sebanyak-banyaknya. Tak usah dipahami sebagai ancaman, melainkan sebagai upaya membesarkan hati.
Para murid ialah ranting yang berbuah baik. Ini titik tolaknya. Kalau tidak tentunya tidak menjadi murid. Boleh juga diterapkan pada orang yang percaya. Mereka itu ranting yang berbuah. Dan ranting yang begitu itu tidak hanya bertaut pada pokok yang benar, tapi juga mendapat perhatian khusus dari Bapanya. Inilah Kabar Gembira bagi para murid yang mendengarkan kata-kata Yesus tadi. Mereka boleh merasa aman karena terus menerus didampingi Sang Pengelola sendiri. Kita ingat, perkataan ini diucapkan sebagai bagian dari wejangan-wejangan terakhir Yesus sebelum ia berpisah dengan mereka. Yesus hendak mengatakan, sekarang ini tiba waktunya kalian akan diurus oleh Bapanya sendiri karena ia akan pergi kepada-Nya. Ia melihat bahwa murid-murid telah cukup matang. Karena itu ia mau menyerahkan mereka kepada Bapanya sebagai buah pelayanannya.
 
BERSAMA DENGANNYA?
Secara khusus para murid diminta agar tetap tinggal bersama pokok anggur yang benar tadi, agar kehidupan yang ada dalam pokok itu dapat berada juga dalam diri murid-murid dan menghasilkan buah. Cara berbicara seperti ini langsung menggugah pikiran. Beberapa hal saya tanyakan langsung kepada Oom Hans yang tak asing lagi itu.
GUS: Dalam Yoh 15:7 dibicarakan tentang ranting yang tetap berhubungan pokok kehidupan. Ke mana arah pembicaraan itu?
HANS: Yang diarah ialah kesatuan hidup dengan pokok yang benar dan yang terus diperhatikan oleh Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu apa saja yang diinginkan oleh yang menjalaninya akan terwujud. Ini ajaran hidup rohani yang dalam.
GUS: Jadi kayak kebatinan "manunggaling kawula gusti"?
HANS (Dahinya berkerut, menyulut pipa cangklong, menghembuskan asap, lalu tersenyum): Ah, jangan ke sana ke mari, nanti jadi campur aduk! Kesatuan tadi diterangkan sebagai "firmanku ada dalam kamu". Jadi bukan kesatuan mistik yang saling meleburkan diri, melainkan kesatuan yang tumbuh dari sabda yang tinggal dalam pokok maupun dalam ranting.
GUS: Wacananya jadi makin kebatinan nih. Makin pelik!
HANS: Zaman itu ada pelbagai kalangan yang memahami kesatuan sebagai saling melebur diri sehingga tidak jelas lagi yang mana dia yang mana aku. Tapi bukan itu yang dikatakan dalam teks kita. Yang dimaksud bukan kesatuan batin yang dinikmati demi dirinya sendiri, melainkan demi makin suburnya pohon anggur milik Empunya kebun. Itulah ajaran batin murni dari Yesus yang diteruskan kepada orang banyak.
GUS: Jadi hubungan dengan sumber hidup itu terbangun dalam upaya memahami "teks"?
HANS: Asal "teks" yang kausebut itu tidak dikaburkan dengan macam-macam pesan buatan sendiri.

Dan Oom Hans makin tenggelam dalam hikmatnya teks. Sang rajawali yang bertengger di sebelah kursi goyangnya menyorotkan sepasang mata tajam menembus, seolah-olah hendak mengajar bagaimana memandangi isyarat-isyarat. Dalam perjalanan pulang, terlintas gagasan apakah "firman" yang disebut dalam Yoh 15 itu sesungguhnya adalah aksara-aksara batin yang diajarkan kepada kita masing-masing guna menuliskan kehidupan dan menggubahnya menjadi buah-buah idaman Dia yang menunggu kita di sana.

Salam hangat,
A. Gianto


Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Minggu Paskah IV/B

KEBERSAMAAN YANG MENGHIDUPKAN

Rekan-rekan yang budiman!
Bacaan Injil Yohanes bagi Minggu Paskah VI tahun B ini (Yoh 15:9-17) sarat dengan kosakata yang berhubungan dengan gagasan "kasih": saling mengasihi", "tinggal dalam kasih" "memberikan nyawa demi sahabat-sahabatnya". Baik diingat, petikan ini diangkat dari bagian Injil Yohanes yang menyampaikan pengajaran Yesus kepada para murid selama perjamuan malam terakhir (Yoh 13:31-17:26). Para murid diharapkan dapat hidup terus tanpa kesertaan Yesus seperti biasa. Mereka diajarinya membangun kebersamaan dalam ujud lain. Dengan tujuan itulah kiranya diberikan pesan-pesan mengenai saling mengasihi dan sepenanggungan.
 
PENGAJARAN  KHUSUS
Kata-kata Yesus yang disampaikan Yohanes dalam Injil hari ini adalah bagian pesan-pesan yang diucapkannya pada sebuah kesempatan khusus, yakni perjamuan malam terakhir bersama murid-muridnya. Pada awal perjamuan Yesus menyebutkan, salah seorang dari mereka akan menyerahkannya (Yoh 13:21-30). Hubungan guru-murid yang hingga saat itu baik mulai terganggu oleh kekuatan gelap. Kelompok ini tidak lepas dari kelemahan manusiawi juga. Saat itu murid-murid tak mengerti ke mana arah kata-kata itu. Petrus meminta Yohanes ("murid yang dikasihi") bertanya siapa yang dimaksud. Yesus menjawab bahwa orang yang dimaksud ialah dia yang akan diberinya roti yang siap disantap. Kemudian ia memberikan roti itu kepada Yudas Iskariot. Demikian jelas bagi pembaca siapa yang dimaksud. Disebutkan juga dalam Injil Yohanes bahwa sesudah itu Yudas kerasukan Iblis (Yoh 13:27). Yesus sadar betul akan hal ini. Yesus berkata kepada Yudas agar ia segera pergi melakukan apa yang hendak diperbuatnya. Dan Yudas pun keluar. Murid-murid tidak menangkap arti kejadian itu. Mereka mengira Yesus menyuruh Yudas, pemegang kas mereka, untuk pergi membeli sesuatu.
 
Yudas kerasukan Iblis justru pada saat Yesus memberinya roti yang sudah dicelupkan – artinya makanan yang siap untuk disantap yang diberikan oleh tuan rumah kepada orang yang diundangnya. Sampai saat itu Yesus masih menganggap Yudas orang sendiri, termasuk keluarga, diajak makan bersama. Tapi justru pada saat itulah kekuatan gelap yang melawan Yesus membadan dalam diri seorang manusia. Dan bukan sebarang orang, melainkan orang yang amat dekat dengannya. Yohanes menceritakan semua ini lama setelah peristiwa itu terjadi. Namun baginya jelas, itulah saatnya Iblis memakai cara-cara manusiawi juga untuk masih berusaha menggagalkan kehadiran ilahi di tengah-tengah manusia. Menarik diperhatikan perkembangan pergulatan antara dua kekuatan ini. Allah memakai ujud manusia untuk menjalankan karya penebusan – yakni Yesus yang lahir dan berada di tengah-tengah manusia. Kekuatan-kekuatan yang melawan karya Allah itu kini juga memakai ujud manusia pula. Dan bukannya keduanya tidak saling mengenal. Justru mereka amat dekat satu sama lain.
Pengajaran Yesus kepada para murid selama Perjamuan terakhir itu menurut Yohanes disampaikan "setelah Yudas pergi" (Yoh 13:31). Keterangan ini amat penting. Yudas yang sudah kerasukan Iblis itu tidak lagi ada di situ ketika Yesus mengajar mengapa para murid hendaknya saling mengasihi. Dengan perginya Yudas dari kelompok itu hendak dikatakan bahwa waktu itu kekuatan jahat tidak hadir mengancam kelompok tadi. Kata-kata Yesus mulai saat itu boleh diterima para murid tanpa khawatir dikelirukan oleh kekuatan-kekuatan yang bisa mengalihkan maksudnya. Semua yang dikatakannya dari saat itu hingga nanti ditangkap di sebuah taman di seberang sungai Kidron (Yoh 18) bebas dari kehadiran yang jahat.
 
MEMBANGUN  KOMUNITAS
Yohanes hendak menunjukkan bagaimana kekuatan-kekuatan gelap itu bisa juga memakai cara-cara yang dipakai Allah sendiri. Satu-satunya cara untuk bertahan ialah saling menopang dengan saling berbagi ingatan mengenai Kabar Gembira yang dibawakan sang Guru mereka. Jangan ada yang satu merasa lebih besar dari yang lain, apalagi saling merahasiakan pengetahuan dan ingatan. Inilah saling mengasihi dalam arti yang paling dasar. Dalam keadaan itu juga mulai terhimpun pula tulisan-tulisan yang akhirnya kita kenal sebagai Injil-Injil dalam Alkitab. Dari situ juga tumbuh komunitas para murid. Tak mengherankan bila ibadat dan kesempatan saling berbagi ingatan di antara para murid itu kemudian dikenal sebagai "agapē", yang arti harfiahnya ialah "kasih". Bagaimana penjelasannya?
Awal dan akhir petikan ini berbicara mengenai kasih antara Yesus dan Bapanya yang menumbuhkan kasih antara Yesus dengan para murid (Yoh 15: 9). Di akhir petikan ini kita dengar Yesus berkata, "Kuperintahkan kepadamu: hendaknya kalian mengasihi satu sama lain!" (ay. 17). Begitulah terjemahan harfiahnya. Terasa ditekankan bagian yang mengharapkan agar para murid saling mengasihi. Tujuan saling mengasihi di situ ialah membangun komunitas para murid sehingga tiap orang mendapat ruang hidup yang layak.
 
Petikan hari ini sebetulnya berperan sebagai "pembacaan kembali" dalam rangka mendalami kata-kata Yesus yang sudah disampaikan dalam Yoh 13:34-35. Ay. 34 mengatakan, "Aku memberi kalian sebuah perintah baru, yaitu hendaknya kalian saling mengasihi". Kemudian dijelaskan mengapa sewajarnyalah begitu, yakni "Sama seperti aku telah mengasihi kamu, demikian pula kamu hendaknya kalian saling mengasihi." Sikap saling mengasihi itu tumbuh dari perhatian besar dari Yesus bagi para murid. Inilah yang disebut sebagai "perintah baru" di situ. Mengapa disebut "baru"? Jelas bukan karena semua perintah lain tak berfaedah lagi. Bukan juga karena orang belum tahu, melainkan dalam arti yang mesti dihidupi dengan cara yang segar, yang tidak kaku, bukan secara rutin belaka, secara wajib belaka. Dan bila mereka berhasil, seperti disebut dalam ay. 34, maka kehidupan mereka itu orang banyak akan tahu bahwa mereka tetap menjadi murid-muridnya. Orang banyak akan melihat bahwa perilaku serta tindakan-tindakan para murid Yesus menghadirkan kembali Yesus sendiri. Hidup mereka seakan-akan menyuratkan perintah dari atas yang dapat dibaca orang banyak. Hidup mereka menjadi kesaksian. Dalam arti inilah dapat lebih dipahami yang dimaksud saling mengasihi dalam petikan yang dibacakan hari ini. Bahkan bisa dikatakan, yang dimaksud ialah kekuatan-kekuatan yang tumbuh dari hubungan batin dengan sang Guru sendiri. Demikianlah tindakan para murid tidak bersumber dari diri dan kemauan mereka sendiri. Tindakan mereka dijiwai oleh kehadiran guru mereka dalam diri mereka.
 
KESATUAN BATIN
Maju selangkah lebih dalam. Yesus sendiri menjelaskan dari mana kekuatan-kekuatan tadi berasal. Pada awal petikan ini disebutkan "seperti Bapa telah mengasihi aku, demikianlah juga aku telah mengasihi kamu; tinggallah di dalam kasihku itu. Kekuatan mengasihi itu bersumber pada Yang Maha Kuasa sendiri dan yang menjadi nyata dalam kehidupan Yesus dan dihayatinya bersama para muridnya.
 
Bagaimana saling mengasihi itu dapat dibahasakan bagi orang sekarang? Boleh jadi gagasan sepenanggungan, atau solidaritas bisa membantu. Bila ada solidaritas orang mulai mudah saling percaya. Dan bila orang mulai makin saling percaya hubungan-hubungan selanjutnya bisa terbangun. Juga kesulitan pun menjadi perkara yang tidak lagi membuat putus asa. Inilah bagian "pengetahuan" terakhir yang diturunkan Yesus sang Guru kepada murid-muridnya. Yang diwariskan Yesus itu ialah keyakinan untuk bersama-sama memperbaiki kemanusiaan, mulai dengan cara kecil-kecilan, dengan saling memberi perhatian. Kita diminta menemukan jalan-jalan baru yang belum terpikirkan sebelumnya. Ini kemanusiaan baru. Inilah yang menunjukkan Tuhan tetap mengasihi manusia. Dan pengajaran yang diturunkan kepada murid-murid tadi itu juga bisa menjadi warisan bagi kita juga. Setiap orang dapat menghidupkan apa itu kasih kepada sesama dengan pelbagai cara. Ini spiritualitas yang kreatif. Itulah Injil yang bersumber pada Yesus sendiri. Dapat dipelajari walau tidak dapat begitu saja diterapkan seperti sebuah pola yang sudah jadi. Memang orang dapat merasakan bila kehadirannya samar-samar belaka. Namun bila hadir, kreativitas saling mengasihi itu akan membuka wilayah-wilayah kehidupan baru.
 
Sebuah tambahan. Beberapa waktu  belum lama silam dibicarakan tentang sebuah naskah berbahasa Kopt tentang Yudas. Di situ tindakan Yudas menyerahkan Yesus kepada para imam kepala sebagai yang diajarkan gurunya sendiri, sebagai jalan bagi Yesus melepaskan diri dari kungkungan badannya. Maklum dalam ajaran kebatinan gnostik seperti yang ada dalam naskah itu, badan termasuk yang buruk dan yang bersih ialah roh. Beberapa pembicaraan belakangan ini juga berusaha menghubung-hubungkan kata-kata Yesus dalam Injil Yohanes yang menyuruh Yudas segera menjalankan yang hendak ia jalankan tadi sebagai suruhan agar Yudas pergi menemui orang-orang yang memusuhinya. Gambaran mengenai Yesus seperti itu tidak cocok dengan yang muncul dalam Injil Yohanes. Yesus justru menjauhkan Yudas terlebih dari kalangan murid-murid yang kemudian diberinya ajaran murni yang datang dari Bapanya sendiri: saling mengasihi, saling berbagi ingatan mendalam mengenai dirinya. Inilah Kabar Gembira yang murni yang sampai kepada kita juga.
 
DARI BACAAN PERTAMA: SALING MENGASIHI (1Yoh 4:7-10)?
Senada dengan Injil di atas, bacaan kedua menegaskan bagaimana "saling mengasihi" itu jalan untuk mendekat ke kenyataan hadirnya Yang  Ilahi sendiri dan cara paling jelas untuk mengenali-Nya. Namun pernyataan seperti ini bisa  terlalu luas cakupannya dan menjadi sekadar kata-kata tentang kasih dan saling  mengasihi yang malah bisa jadi amat berbeda dengan yang  sebetulnya dimaksud. Kerap orang amat berbeda-beda  dalam memahami apa itu "saling mengasihi".  Malah bisa ironik, yang  bagi  segolongan bernama "mengasihi", bagi pihak lain dirasa sebagai "tak peduli". Bisa dikatakan "kasih" dan "saling mengasihi" itu sikap dan tindakan yang  sering dipaksa-paksakan dan memunculkan salah pengertian. Batasnya dengan sikap mementingkan diri serta pelbagai  bentuk egoisme dalam  kenyataannya  amat kabur. Ini masalah yang  tentu saja dipahami  oleh penulis surat Yohanes kali ini. Bahkan boleh diperkirakan, dalam komunitas para pengikut Kristus yang dilayaninya, apa itu saling  mengasihi menjadi soal. Inilah sebabnya penulisnya mengangkatnya sebagai pokok pembicaraan dalam  suratnya. Pemecahannya menarik. Ia tidak begitu saja menyalahkan pendapat tertentu  atau  membenarkan  pendapat lain. Pembicaraan dalam arah  itu tidak akan membawa hasil dan masalahnya semakin keruh.
 
Pemecahannya yang ditampilkannya amat lain. Ia menunjuk pada kehidupan Yesus sebagai ujud apa itu kasih dari pihak Allah bagi manusia. Di dalam kehidupan Yesus – termasuk penyaliban serta kebangkitannya – terwujudlah kenyataan bahwa Allah mau mendekat ke kemanusiaan. Bahkan Dia dikatakan mendatangi kemanusiaan dalam kehidupan Yesus, orang yang amat dekat pada-Nya sendiri dan dalam bahasa alkitab disebut sebagai anak-Nya. Tokoh yang amat dekat ini membawakan wajah Allah sendiri sehingga kehadiran-Nya bisa semakin dikenali. Inilah ujud nyata apa itu kasih Allah bagi manusia. Mereka yang menyadari hal ini dan suka mendalaminya boleh dikatakan sudah mulai menemukan kasih Allah. Mereka bersama bisa disebut sudah "saling mengasihi". Inilah kiranya pemahaman surat itu akan "kasih"  yang sering kabur serta  mudah diputarbalikkan demi kepentingan sepihak. Penjelasan serta arah yang ditunjuk sebenarnya amat sederhana: membawa orang mendalami kehidupan Yesus sebagai orang yang terdekat dengan Yang Ilahi sendiri dan belajar daripadanya mengenali kehadiran Allah dalam kehidupan ini.
 
Salam hangat,
A. Gianto


Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Monday, 13 April 2015

Minggu Paskah III/B

Injil Minggu Paskah III /tahun B Luk 24:35-48.
 
DIA SUNGGUH HIDUP!
Kawan-kawan yang baik!
Kemarin saya diminta mengisi ruang ulasan Injil kali ini. Dengar-dengar Luk 24:35-48 ditampilkan sebagai Injil Minggu Paskah III tahun B ini. Ada kawan yang bertanya, kenapa diceritakan bahwa para murid tak langsung mengenal Yesus yang tiba-tiba hadir di antara mereka. Malah mereka menyangkanya hantu. Ada lagi yang bertanya, apa sih maksudnya kok Yesus minta diberi makan segala, apa ini perkara sajian kepada arwah. Katanya di negeri kalian ada adat seperti itu. Ah, lain padang lain belalangnya.
Tak meleset amatan para ahli tafsir bahwa episode terakhir yang saya ceritakan itu mirip dengan yang beberapa waktu kemudian ada tertulis dalam Yoh 20:19-29. Kalangan sumber kami sama. Minggu lalu di ruang ini kan ada kupasan tentang itu. Betul seperti yang ditekankan, Yesus yang telah bangkit itu kini menyertai para murid. Begitulah mereka mengalami kedamaian dan tidak lagi merasa tertekan lagi. Berjumpa dengan dia yang telah bangkit itu membuat para murid menemukan kehidupan baru. Pokok inilah yang saya garap dalam Luk 24:35-48.
Awal bacaan kali ini sebetulnya lanjutan kisah kedua orang murid yang bertemu dengan Yesus di Emaus (Luk 24:13-33). Kedua orang itu kemudian bergegas ke Yerusalem mengabarkan pengalaman mereka kepada para murid terdekat yang ketika itu bersama beberapa orang lain. Sementara itu disebutkan (Luk 24:34) bahwa Simon juga telah melihat Yesus. Kedua murid tadi kemudian bercerita bagaimana mereka berjalan bersama Yesus ke Emaus, mendapat penjelasan mengenai kata Kitab Suci tentang dirinya, dan bagaimana mereka mengenalinya ketika ia membagi-bagi roti. Kiranya pada waktu itu para murid dan orang-orang yang dekat sedang berbagi pengalaman iman mengenai Yesus. Beberapa orang memang merasa berjumpa dengan Yesus yang bangkit pada kesempatan yang berbeda-beda. Tentu saja yang mereka lihat dan alami tidak sama persis. Namun demikian, akhirnya mereka dapat saling memahami bahwa yang mereka jumpai itu ialah dia yang dulu mereka kenal dalam hidup sehari-hari. Sekarang ia berada dalam cara lain, tapi nyata.
Pengalaman bermacam-macam, tapi sama arahnya. Satu pula intinya. Yesus sudah bangkit dan tetap berada dengan mereka, tapi dengan cara yang masih perlu mereka sadari lebih lanjut. Tentu saja di antara para murid itu ada yang merasa bahwa dirinyalah yang pertama kali berjumpa dengan Yesus. Ada yang merasa paling dekat dengannya. Seperti ada kompetisi siapa yang paling dikasihi! Ini manusiawi. Tetapi kalau begitu terus, perkaranya akan jadi tidak keruan. Bisa-bisa mereka akan saling menyisihkan dan bergilir mengklaim ilham paling utama, paling duluan. Memang benar pada saat-saat awal itu para pengikut Yesus sempat saling meragu-ragukan. Dalam Luk 24:11 saya singgung bagaimana para rasul menganggap perkataan para perempuan tentang Yesus sebagai omong kosong belaka; lihat juga ay. 24 yang diperkatakan kepada Yesus sendiri oleh kedua murid yang ke Emaus itu.
Para murid butuh waktu untuk mencermati pengalaman mengenai Yesus yang wafat di salib dan bangkit. Pada pengantar jilid dua kitab saya, ada saya catat bahwa Yesus menampakkan diri kepada para murid dan menunjukkan dengan banyak bukti bahwa dirinya betul hidup. Bahkan selama 40 hari berulang-ulang ia menampakkan diri dan berbicara mengenai hal yang dulu diwartakannya, yakni Kerajaan Allah (Kis 1:3). Jadi memang para murid perlu waktu mengendapkan pengalaman mereka. Mereka butuh bantuan dari sang Guru sendiri. Lambat-laun mereka belajar mendalami pengalaman mereka dan makin bisa berbicara satu sama lain tentangnya. Para murid akhirnya bisa saling menerima. Begitulah kenyataan tumbuhnya iman kebangkitan. Baru terjadi bila ada sikap saling menghargai. Juga jalan yang dialami tiap orang patut diperhatikan. Bukankah demikian yang dialami kedua murid yang berjalan ke Emaus? Mereka dikawani Yesus tanpa mereka sadari.
Ketika tiba-tiba Yesus berada di tengah-tengah mereka, para murid terkejut dan menyangka mereka sedang berhadapan dengan hantu. Ada sisi yang menggugah perasaan dalam peristiwa itu. Yesus memahami kebingungan para murid. Ia merumuskan yang mereka rasakan. Yesus dapat membaca wajah dan pikiran mereka dan berkata (ay. 38) "Mengapa kamu terkejut dan apa sebabnya timbul keragu-raguan di dalam hati kamu?" Ia malah menyodorkan tangan dan kakinya dan minta mereka meraba sambil berkata (ay. 39-40) "... hantu tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada padaku!" Dia menyelami kesulitan mereka, dan kini juga, setelah bangkit, ia masih mengajar mereka agar mereka dapat menyadari apa yang sesungguhnya terjadi. Guru itu tidak meninggalkan mereka. Mereka tetap diajarinya melangkah lebih jauh. Memang ini juga baru bagi saya.
Saking gembira dan campur heran, para murid belum bisa percaya bahwa yang mereka hadapi ini bukan jadi-jadian, bukan proyeksi pikiran mereka sendiri. Orang dulu sudah tahu bahwa jadi-jadian, hantu, ingatan akan orang mati yang datang lagi, semua itu sebetulnya bayang-bayang belaka. Maka satu-satunya cara untuk menguji ialah dengan menyuruhnya berbuat seperti orang hidup, yakni makan. Tetapi tentu saja para murid tak berani. Yesus memberi jalan, ia minta diberi sesuatu yang bisa dimakannya supaya mereka tak ragu-ragu lagi. Begitulah mereka mendapatkan sepotong ikan bakar, bukan ikan goreng, seperti ada dalam terjemahan kalian. Tapi ini bukan soal yang amat penting. Yang dimaksud ialah ikan yang dimasak dan tentunya akan dimakan oleh para murid sendiri. Ini bukan penjelasan yang dicari-cari lho.
Ikan itu kan hasil kerja para murid, dan tentunya salah satu dari mereka juga yang menyiapkannya untuk disantap bersama hari itu. Perhatikan yang terjadi pada saat itu. Hasil kerja para murid, itulah yang diminta Yesus untuk dipakai sebagai batu uji apa dirinya itu nyata atau hanya bayang-bayang belaka. Kita tidak bisa mulai dari awang-awang sana. Perlu berpijak di bumi. Iman itu begitu. Baru demikian akan jadi iman yang kukuh. Yesus bangkit, hidup berpijak pada kenyataan yang ada, yakni murid-muridnya, jerih payah mereka, suka duka mereka, juga kesederhanaan mereka. Itulah yang saya tangkap dari sumber-sumber saya dan ingin saya sampaikan kepada kalian.
Pada akhir petikan yang kalian bacakan ini ada pengajaran yang amat berharga dari Yesus. Ia membaca kembali hidupnya sebagai penggenapan Kitab Suci (ay. 44). Sabda Ilahi juga menerangi makna penderitaan dan kebangkitannya (ay. 46). Murid-murid kini boleh merasa lega, tak terganjal, "plong"! Mereka juga ingat bahwa mereka diminta membagikan kelegaan itu kepada semua orang, semua bangsa. Bukankah ini yang paling kita butuhkan – jadi lega? Ah, hal itu terungkap dengan cara bicara orang zaman itu, yakni "berita pertobatan dan pengampunan dosa".
Beginilah yang dibayangkan orang dulu. "Dosa" itu bagaikan jerat yang menyeret orang ke dasar telaga yang dalam. Makin tak berdaya, makin sesak, makin gelap. Baca saja Mazmur 18:5-6 yang menyebut tali-tali maut yang melilit yang makin menyesakkan. Orang merasa tak berdaya. Tak ada selesainya. Menyeramkan. Orang yang terbawa ke sana disebut "mati", tapi sebenarnya diikat oleh kekuatan-kekuatan tadi. Tersiksa terus. Satu-satunya yang masih bisa dilakukan ialah berteriak minta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa, seperti yang terjadi dalam Mazmur itu. Ingat juga seruan minta tolong dari jurang yang dalam seperti pada Mazmur 130.
"Pertobatan" ialah berseru dan percaya masih ada yang bisa menolong meski lilitan tali-tali maut makin menyesakkan dan jurang makin dalam. Dan "pengampunan" ialah pertolongan, pelonggaran, pelepasan dari tarikan ke dasar jurang tadi. Hanya Yang Maha Kuasa sendirilah yang dapat melakukannya. Ketika wafat, Yesus turun ke tempat orang mati, terlilit oleh hutang-hutang kemanusiaan pada kekuatan jahat, terseret sampai ke dasar jurang yang kelam. Satu-satunya harapannya ialah Bapanya di surga. Dan kami semua percaya ia berseru agar tak ditinggalkan. Dan Dia yang di atas sana tidak tinggal diam. Dia turun membebaskannya. Inilah yang terjadi dalam kebangkitan. Bagi kemanusiaan, ini pengampunan. Kelegaan. Tapi bukan itu saja. Coba pikirkan baik-baik. Yesus sampai ke dasar penderitaan itu bukan karena hutang-hutangnya kepada yang jahat. Karena itu pembebasan yang diperolehnya pun juga bukan bagi dirinya sendiri saja, melainkan bagi kemanusiaan. Inilah yang diharapkan agar dibagikan kepada makin banyak orang. Kalian bisa juga ikut mengupayakan agar kebangkitan itu juga menjadi kenyataan hidup di masyarakat. Pemerdekaan dari jerat-jerat sosial yang mengerdilkan kemanusiaan dan keadaban. Itu kan dimensi sosial iman kebangkitan? Murid-murid diminta Yesus menjadi saksi bahwa "pertobatan" bisa dijalankan dan "pengampunan" bisa digapai. Kita juga.
Salam,
Luc
DARI BACAAN KEDUA: (1Yoh 2:1-5a)
Pokok yang hendak ditonjolkan dalam petikan kali ini berkisar pada bagaimana orang bisa lepas dari keadaan yang menjauhkan orang dari hadirat ilahi  (keadaan ini disebut  "berdosa") dan mengalami damai. Bagi sang penulis surat Yohanes itu, ini terjadi dalam Yesus Kristus yang telah sedemikian dekat dengan keilahian dan oleh karena itu siapa yang bersamanya akan ikut dekat pada Allah sendiri. Orang yang demikian itu  "mengenal" Yang Ilahi (ay. 4). Mengenali-Nya baru terjadi dengan jalan menuruti "perintah-perintah-Nya." yang dirumuskan kembali sebagai "firman-Nya." (ay. 5). Bila ini terjadi maka "mengenal" Yang Ilahi itu maka sempurnalah "kasih ilahi", dalam arti mengalami damai oleh karenanya. Gagasan-gagasan ini sarat dengan pemikiran teologi. Semuanya merujuk pada tokoh Yesus Kristus yang lahir di dunia, hidup di tengah-tengah kemanusiaan, mangajar tentang Allah yang diperkenalkan sebagai Bapa yang Maharahim, tapi karena itulah ia mengalami perlawanan, ditolak dan disalibkan hingga wafat. Dalam kesadaran para pengikutnya, ia tidak habis di situ. Allah sendiri membangkitkannya dan kini hidup dalam ujud lain tapi dapat dialami oleh mereka yang menerimanya sebagai kenyataan firman Allah yang menjadi jalan untuk mengenal-Nya.
Membaca surat Yohanes bisa semakin menjadi latihan mendengarkan firman Allah tadi. Bisa mulai dengan mengikuti irama kata-kata surat itu sendiri. Bisa mulai dengan mencoba merasa-rasakan betapa akrabnya sapaan penulis kepada pembaca: "Anak-anakku". Sapaan ini sama makna dan hangatnya dengan ungkapan lain yang dipakai penulisnya, seperti  dalam  ay. 7  yang tak ikut  dibacakan: "Saudara-saudara terkasih!" Bukan sekadar pembukaan sebuah uraian, melainkan ajakan untuk bersama-sama  mendalami hal-hal batin dan keramat. Kemudian bisa disimak "hal-hal ini kutuliskan kepada kamu", pada awal petikan. Sebetulnya dalam ungkapan aslinya  bukan hanya  "kutuliskan" begitu saja, seakan-akan setelah selesai ya sudah, melainkan "mau terus kutuliskan". Seolah-olah penulisnya  mau terus  menyertai pembacanya. Bahkan pembaca boleh membayangkan bagaimana nanti penulisnya mengulang dan menggarisbawahi bagian ini, bagian itu. Bisa menjadi kegiatan yang mengasyikkan.

Salam hangat,
A. Gianto


Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Wednesday, 8 April 2015

Minggu Paskah ke 2

 "DAMAI SEJAHTERA BAGI KAMU!"

Peristiwa kebangkitan diwartakan dalam Injil Yohanes sebagai penjelasan mengapa Yesus yang baru saja dimakamkan itu tidak lagi diketemukan lagi di situ, dan mengapa para murid tidak lagi merasa kehilangan dia. Bahkan kini mereka semakin merasakan kehadirannya. Agak ada miripnya dengan ingatan mengenai akan orang-orang yang sudah mendahului tetapi tetap menjadi bagian hidup kita. Tetapi besar pula bedanya. Bagi para murid, menimang-nimang ingatan akan dia yang pernah berada bersama mereka di dunia bukan lagi hal yang penting. Dia bukan lagi sekadar kenangan mereka. Mereka malah merasa lebih menjadi bagian Yesus yang bangkit itu. Itulah persepsi mereka akan kebangkitan Yesus. Dan pengalaman ini mengubah kehidupan mereka dari yang dirundung ketakutan menjadi penuh kedamaian. Ini disampaikan dalam Yoh 20:19-31 yang dibacakan pada hari Minggu Paskah II.

DAMAI & HIDUP SEJAHTERA

Diceritakan bagaimana Yesus menampakkan diri kepada murid-muridnya ketika mereka mengunci diri ketakutan akan para penguasa Yahudi. Yesus mengucapkan salam damai sejahtera dan kemudian menghembusi mereka dengan Roh (Yoh 20:21-22; lihat juga ay. 26). Saat itu juga ketakutan mereka lenyap dan mereka mulai merasakan kedamaian. Memang pengalaman ini belum terjadi pada banyak orang lain. Barulah kelompok kecil ini yang melihat Yesus yang telah bangkit. Juga bekas luka paku dan tusukan tombak mereka saksikan.
Pembicaraan mengenai bekas luka di situ dimaksud untuk menegaskan bahwa yang kini menampakkan diri itu sama dengan dia yang tadi meninggal di salib. Yang kini datang di tengah-tengah mereka itu bukan sekedar ingatan belaka. Orang-orang lain yang tidak hadir dalam peristiwa itu hanya dapat mendengar kesaksian mereka. Dan ini memang bukan perkara yang mudah.
Cerita penampakan Yesus kepada Tomas dalam Yoh 20:24-29 mengolah kesulitan ini. Yesus menampakkan diri kepada Tomas dan memintanya meraba bekas luka itu sendiri bila tindakan ini bakal membuatnya percaya. Tomas diminta memutuskan sendiri apa dia yang kini datang itu sama dengan yang dulu diikutinya. Kepercayaan yang sedemikian besar dari pihak yang bangkit itu membuat Tomas mengenalinya. Ia berseru, "Tuhanku dan Allahku!" Saat itulah mata batin Tomas terbuka. Melihat Yesus berarti melihat Allah Yang Maha Tinggi yang mengutus Yesus ke dunia ini. Itulah sebabnya Tomas menyerukan dua sebutan itu. Yesus sendiri dulu mengatakan, siapa mengenalnya akan mengenali Bapanya pula (Yoh 8:19; 14:7.9-11). Dan Bapanya itu Allah. Bagi murid-murid dari zaman kemudian, amat besarlah daya kata-kata Yesus kepada Tomas pada akhir peristiwa itu (Yoh 20:29), "Karena engkau melihat aku maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat namun percaya." Walaupun kata-kata itu ditujukan kepada Tomas, isinya diperdengarkan kepada siapa saja, baik yang ada di situ waktu itu maupun kepada pembaca kisah tadi sepanjang masa. Dia yang bangkit itu mempercayakan diri kepada manusia agar dikenali dalam hidup mereka, seperti yang terjadi pada Tomas.

MAKNA "MELIHAT" MENURUT YOHANES

Dalam kisah kebangkitan ini penulis Injil memerankan diri sebagai "murid yang dikasihi" yang ikut mendengar dari Maria Magdalena bahwa Yesus tak ditemukan di makam. Bersama Petrus ia lari ke makam dan mendahuluinya. Ia menjenguk ke dalam dan tampaklah kain kafan di tanah. Petrus masuk dan mendapati kafan terletak di tanah, kain peluh yang tadinya di kepala Yesus didapatinya terlipat tidak di tanah, tapi di tempat lain. Murid yang tadi ikut masuk dan melihat yang dilihat Petrus. Saat itulah "ia percaya" (Yoh 20:8), maksudnya percaya bahwa Yesus sudah bangkit. Dapat dibayangkan betapa murid yang tak disebut namanya ini kemudian merasa dikuatkan ketika mendengar kata-kata Yesus kepada Tomas tadi.
Tetapi memang "melihat" itu memiliki makna khusus. Yohanes menggarap hubungan antara melihat dan percaya dalam kisah pengalaman orang buta sejak lahir yang disembuhkan Yesus (Yoh 9) dengan cara yang khas. Ketika orang-orang sibuk menanyai siapa yang membuatnya melek, jawabnya (ay. 11), "Orang yang bernama Yesus itu" mengutuhkan penglihatannya dengan lumpur dan menyuruhnya mandi di kolam Siloam. Beberapa waktu kemudian ketika beberapa orang Farisi menanyainya, jawabnya makin tegas (ay. 17), "Ia itu nabi!" Tetapi orang-orang Farisi itu malah berusaha mengintimidasi orang tadi. Ketika bertemu Yesus lagi dan Yesus bertanya apa ia percaya kepadanya - Yesus menyebut diri "Anak Manusia" - orang itu balik bertanya, mana orangnya supaya ia bisa menyatakan diri percaya. Yesus mengatakan bukan saja ia melihat tapi sedang berbicara dengannya. Dan saat itu orang yang tadinya buta itu berseru (ay. 38), "Aku percaya, Tuhan!"
Pada awalnya orang itu hanya mengenal Yesus sebagai orang yang menyembuhkannya, kemudian menegaskannya sebagai nabi, tapi akhirnya bersujud dan percaya kepadanya, maksudnya mengakui keilahian yang ada pada dirinya. Kisah penampakan Yesus kepada para murid dan kepada Tomas menunjukkan proses yang amat mirip. Melihat membuat orang berkembang dan mengenali kebenaran. Tapi bila melihat tidak berkembang, bisa jadi orang malah tidak dapat mempercayai apapun. Orang Farisi dalam kisah penyembuhan orang buta itu melihat tapi tak percaya. Mengapa? Karena mereka tidak terbuka untuk mengakuinya, apalagi mempercayainya.  Mereka sebenarnya bukan menolak untuk percaya, bukan itu yang diminta. Mereka tidak bisa menerima diri dipercaya agar dapat mengenali apa yang sedang terjadi. Tragis.
Bagaimanapun juga, dalam pertumbuhan iman masih perlu bantuan dari yang dipercaya atau dari orang yang bisa membantu mempersaksikan kebenaran iman. Hal ini dapat disimak lewat kisah penampakan Yesus kepada Maria Magdalena (Yoh 20:11-18). Dikatakan dalam ay. 16 bahwa perempuan itu melihat Yesus tapi tidak segera mengenalinya. Baru setelah mendengar sapaan "Maria!", ia bisa mengenali Yesus. Maria Magdalena seperti domba yang mengenal suara gembalanya (Yoh 10:4). Tapi seandainya Maria Magdalena tidak melihat orang yang disangkanya sebagai tukang kebun tadi, boleh jadi panggilan "Maria!" tadi tak segera berarti. Kita ingat dahulu kala Samuel muda berulang kali mendengar dirinya disapa oleh Tuhan, tapi hanya mengira sedang dibangunkan oleh Eli. Baru setelah Eli menjelaskan apa yang terjadi, maka Samuel pun mulai mengerti dan mendengar betul.

NAFAS KEHIDUPAN

Seperti dalam penciptaan manusia dulu (Kej 2:7), kini para murid menerima nafas kehidupan dari Yesus yang telah bangkit (Yoh 20:22). Yesus kini berbagi kehidupan dengan para murid. Dalam perjamuan terakhir disebutkan bahwa ia sadar betul bahwa dirinya berasal dari Bapa dan akan kembali kepada-Nya. Semuanya sudah terjadi. Dan kini, dia yang telah kembali bersatu dengan Bapa itu berbagi nafas dengan para murid. Artinya, kini mereka sungguh dapat menjadi anak-anak Bapa.
Dalam bagian pembukaan Injil Yohanes disebutkan bahwa sang Sabda datang kepada miliknya tetapi orang-orang miliknya itu tidak menerimanya (Yoh 1:11) Dalam ayat berikutnya dikatakan, semua orang yang menerimanya diberinya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu orang-orang yang percaya dalam namanya (ay. 12). Mereka ini orang-orang yang menerima Yesus, menerima sang Sabda dan mereka telah sering mendengar bahwa Yang Maha Kuasa itu boleh dan ingin dipanggil Bapa. Mereka ini kumpulan kecil yang bisa menerima kekuatan menjadi anak-anak Allah. Dan apa kekuatan yang sesungguhnya itu? Kekuatan itu ialah nafas yang dihembuskan Yesus ketika ia menampakkan diri kepada mereka di situ. Apa itu anak-anak Allah? Yohanes sendiri memberi penjelasan dalam Yoh 1:13, yaitu orang-orang yang dilahirkan bukan dari darah atau dari keinginan jasmani...melainkan dari Allah. Inilah yang berpadanan dengan hembusan nafas kehidupan dalam Kej 2:7. Dalam peristiwa penampakan kepada para murid itulah lahirlah kemanusiaan baru.

MAKNA KEBANGKITAN

Apa makna kebangkitan bagi orang zaman sekarang? Pada dasarnya, percaya bahwa Yesus telah bangkit itu sama bagi murid-murid yang pertama dan bagi orang sekarang. Setelah mendapat kekuatan Rohnya, para murid diajaknya ikut serta menjalankan perutusan dari Bapanya. Dalam bahasa yang mudah dipahami orang waktu itu, mengampuni dosa atau menyatakan dosa tetap ada (Yoh 20:23). Yang dimaksud dengan dosa ialah sikap menjauhi dan menolak dia yang membawakan kehidupan dari sumber kehidupan itu sendiri. Murid-murid dulu ditugasi untuk hidup sesuai dengan semangat kebangkitan, yakni hidup merdeka sebagai anak-anak Allah sendiri. Iman akan kebangkitan membangun ruang seluas-luasnya bagi manusia agar semakin menjadi makhluk yang mampu mengalami Yang Maha Kuasa sebagai yang penuh kerahiman dan berbagi pengalaman ini dengan sesama. Pengutusan dan perutusan yang sama masih ada hingga kini buat semua orang dan demi semua orang.

DARI BACAAN KEDUA (1Petr 1:3-9)

Bagian surat ini menggambarkan inti hidup orang yang percaya, yakni hidup yang "dipelihara" oleh kekuatan Allah sendiri, seperti ditegaskan dalam 1Petr 1:5. Dalam ungkapan Yunani yang dipakai di situ, termuat pula gagasan "dilindungi, dijaga, diawasi" oleh kekuatan ilahi. Inilah pokok yang digarisbawahi dalam petikan kali ini. Karena itu orang beriman boleh merasa aman meski sedang berjalan di tengah-tengah kesulitan dan pelbagai hal yang terasa mengancam. Inilah kegembiraan yang muncul dari dalam iman.
Surat ini dialamatkan kepada pelbagai komunitas kristiani asal Yahudi yang berkebudayaan Yunani yang dulu hidup di wilayah timur dan utara negeri Turki sekarang, juga sekitar Istambul (1Petr 1:1 ...kepada orang-orang pendatang yang tersebar di Pontus, Galatia, Kapadokia, Asia Kecil dan Bitinia....). Mereka ini menghayati alam pikiran leluhur, yang amat menekankan kepercayaan akan naungan Allah dan hidup sejalan dengan pengaturannya. Akan tetapi dengan menjadi kristiani, mereka juga menyadari bahwa naungan ilahi ini nyata dalam kedatangan sang Mesias yang sudah lama dinanti-nantikan. Yang dibawakannya ialah kehidupan baru yang penuh harapan akan kebahagiaan nanti di akhirat. Pusat perhatian mereka meluas dari kesejahteraan yang bisa didambakan dalam hidup di dunia ini menjadi keselamatan yang dialami sekarang di dunia ini tapi yang  juga berlangsung terus kelak. Yang terakhir ini tadinya tidak begitu ditekankan dalam keagamaan Yahudi yang mereka kenal sebelumnya. Dalam komunitas kristiani justru inilah yang dijadikan pegangan dalam kehidupan kini.
Dengan latar itu jelaslah mengapa surat ini menekankan harapan, keteguhan kepercayaan serta penyerahan kepada Yesus Kristus sang Mesias yang dikirim Allah sendiri demi keselamatan mereka.

Gagasan-gagasan tadi memang amat berakar dalam kehidupan agama dan kerohanian mereka dulu. Bagaimana dengan orang dari tempat lain dan zaman lain seperti kita? Namun rasa-rasanya di mana pun dan kapan pun, kiranya hasrat-hasrat untukber ada dekat dengan kekuatan ilahi yang melindungi, mengawasi, mengawani ...memelihara tadi bisa mendapatkan peneguhan dari kata-kata surat Petrus kali ini. Satu tambahan. Acapkali kehadiran ilahi tadi sudah ada di dekat, hanya butuh disadari, atau seperti terjadi pada Tomas dalam Injil Yoh 20:28, diakui dan diseru.

Salam hangat, A. Gianto



Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Friday, 3 April 2015

Kamis Putih

HOMILI PAUS FRANSISKUS DALAM MISA HARI KAMIS PUTIH 2 April 2015 DI PENJARA REBIBBIA, ROMA : YESUS MEMILIKI BEGITU BANYAK KASIH SEHINGGA IA MENJADIKAN DIRINYA HAMBA UNTUK MELAYANI, MENYEMBUHKAN DAN MEMBERSIHKAN KITA
(http://pope-at-mass.blogspot.com/2015/04/homili-paus-fransiskus-dalam-misa-hari.html)

Bacaan Ekaristi : Kel 12:1-8,11-14; 1Kor 11:23-26; Yoh 13:1-15

Hari Kamis ini, Yesus berada di meja dengan para murid, merayakan hari raya Paskah. Perikop Injil yang telah kita dengar mengatakan sebuah kata yang justru merupakan pusat dari apa yang dilakukan Yesus bagi kita semua. "Sama seperti Ia senantiasa mengasihi murid-murid-Nya demikianlah sekarang Ia mengasihi mereka sampai kepada kesudahannya" (Yoh 13:1). Yesus mengasihi kita. Yesus mengasihi kita. Tetapi tanpa batas, selalu sampai kepada kesudahannya. kasih Yesus bagi kita tidak memiliki batas, ia selalu lebih. Ia tidak pernah lelah mengasihi siapa pun. Ia mengasihi kita semua hingga titik memberikan hidup-Nya. Ya, Ia memberikan hidup-Nya bagi kita semua, Ia memberikan hidup-Nya bagi kita masing-masing. Dan kita masing-masing dapat mengatakan : "Ia memberikan hidup-Nya bagiku". Ia memberikan hidup-Nya bagi kalian, bagi kalian, bagi kalian, bagi saya bagi masing-masing orang, dengan nama pertama dan terakhir, karena kasih-Nya adalah seperti itu : bersifat pribadi.

Kasih Yesus tidak pernah menipu karena Ia tidak pernah lelah mengasihi, karena Ia juga tidak pernah lelah mengampuni, Ia tidak pernah lelah merangkul kita. Ini adalah hal pertama yang ingin saya katakan kepada kalian : Yesus mengasihi kalian masing-masing "sampai kesudahannya".

Dan kemudian Ia melakukan sesuatu yang tidak dipahami para murid : Ia membasuh kaki mereka. Pada waktu itu, hal itu biasa; itu sesuai kebiasaan karena orang-orang, ketika mereka akan tiba ke sebuah rumah, kaki mereka kotor dengan debu dari jalan. Tidak ada "sampietrini" [batu trotoar] apapun pada waktu itu!

Dan di pintu masuk rumah, mereka akan mencuci kaki mereka. Tetapi itu tidak dilakukan oleh kepala rumah tangga; itu dilakukan oleh para budak. Itu pekerjaan para budak. Dan Yesus membersihkan kaki kita, kaki para murid, seperti seorang budak. Dan Ia mengatakan kepada mereka: "Apa yang Kuperbuat, engkau tidak tahu sekarang", kata-Nya kepada Petrus, "tetapi engkau akan mengertinya kelak" (Yoh 13:7)

Yesus, memiliki begitu banyak kasih sehingga Ia menjadikan diri-Nya seorang hamba untuk melayani kita, menyembuhkan kita, membersihkan kita. Dan hari ini, dalam Misa ini, Gereja menginginkan imam membasuh kaki 12 orang, dalam kenangan akan 12 murid di sana. Tetapi dalam hati kita, kita harus memiliki kepastian, kita harus yakin bahwa Tuhan, ketika Ia membasuh kaki kita, Ia membasuh segalanya, Ia menyucikan kita! Ia membuat kita merasakan sekali lagi kasih-Nya.

Dalam Alkitab ada sebuah kalimat dari nabi Yesaya yang sangat indah. Ia mengatakan: "Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun dia melupakannya, Aku tidak akan melupakan engkau!" (Yes 49:15). Itu adalah bagaimana kasih Allah bagi kita.

Dan hari ini saya akan membasuh kaki 12 orang dari kalian, tetapi dalam saudara dan saudari ini, ada kalian semua. Semua orang, semua orang! Semua orang yang tinggal di sini. Kalian mewakili mereka, tetapi saya juga memiliki sebuah kebutuhan untuk dibersihkan oleh Tuhan. Dan untuk hal ini, berdoalah selama Misa ini sehingga Tuhan juga dapat membersihkan kotoran saya, sehingga saya dapat semakin menjadi pelayan kalian, lebih dari seorang pelayan dalam pelayanan umat, seperti Yesus. Sekarang, kita akan mengawali bagian dari upacara ini.

******************

(Peter Suriadi, 2 April 2015)

Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Thursday, 2 April 2015

Video Tri Hari Suci

Renungan Tri hari Suci (3 hari suci)dalam bentuk video di youtube

silahkan klik link ini

http://www.kaj.or.id/2015/04/02/8580/film-renungan-tri-hari-suci-2015-kamis-putih-jumat-agung-dan-malam-paskah.php




_
Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Paskah

PASKAH 2015
TUHAN TELAH BANGKIT!

Tidak ada laporan bagaimana persisnya kebangkitan itu terjadi, dengan cara apa, kapan saatnya dan siapa-siapa yang pertama melihat peristiwa itu. Jalannya peristiwa akan tetap tersembunyi, hanya jejak-jejak peristiwa itu sajalah yang dikenali. Namun demikian, ada pokok yang  mendasari kepercayaan bahwa Yesus telah bangkit. Yang pertama ialah maam yang kosong dan yang kedua ialah keyakinan orang-orang yang terdekat bahwa ia tidak lagi berada di antara orang mati. Amat besar peran kesaksian orang-orang yang datang mencari dia yang tadinya wafat  dan dimakamkan seperti disampaikan dalam Mrk 16:1-8 (Malam Paskah); Yoh 20:1-9 (Minggu Paskah pagi hari ); dan Luk 24:13-35 (Minggu Paskah sore hari).


INJIL MALAM PASKAH: Mrk 16:1-8
 

Pagi-pagi benar pada hari pertama setelah hari Sabat lewat, beberapa perempuan datang ke makam Yesus membawa wewangian. Mereka bertanya-tanya siapa akan membukakan batu penutup kubur agar mereka bisa masuk merawat jenazahnya. Tetapi sesampai di sana, mereka menemukan batu penutup makam sudah tergolek. Mereka tidak mendapati jenazah Yesus. Mereka hanya melihat "seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan"
(Mrk 16:5). Sebelum melangkah lebih jauh, baiklah ditengok kesaksian Injil-Injil lain. Lukas menyebutkan "dua sosok" (Luk 24:1-4) yang pakaiannya berkilau-kilauan yang menyapa para perempuan itu, "Mengapa kalian mencari dia yang hidup di tempat orang mati. Ia tidak ada di sini, ia  telah bangkit!" (Luk 24:5-6). Mat 28:2-6 berbicara mengenai "seorang malaikat" yang juga mengatakan bahwa Yesus telah bangkit. Injil Yohanes samasekali tidak menyebutkannya. Juga ada perbedaan tentang siapa yang datang ke kubur. Yoh 20:1 hanya menyebutkan Maria Magdalena. Lukas mencatat bahwa mereka itu ialah Maria dari Magdala, Yohana, dan Maria  ibu Yakobus (Luk 24:10). Matius hanya menyebutkan dua perempuan, yaitu Maria Magdalena dan Maria "yang lain" (Mat 28:1). Markus yang kita dengarkan hari ini menyebut tiga perempuan, yakni Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus, serta Salome ( Mrk 16:1). Berapa sosok yang ditemui di makam, berapa orang perempuan pergi ke makam, dan siapa mereka? Pembaca atau pendengar Injil tidak usah mencoba merekonstruksi jalannya peristiwa seperti seorang detektif. Injil tidak menyajikan laporan pandangan mata. Yang disampaikan ialah pengalaman batin yang diturun temurunkan. Perbedaan yang ada di antara Injil tadi timbul dari kekayaan pengalaman di pagi hari itu. Pengalaman tak selalu jelas (menyangkut berapa orang melihat makam kosong, siapa, dst.), tetapi menentu (bahwa makam memang kosong). Kita juga bisa ikut merasakan dan mendalami pengalaman mereka.Siapa "orang muda" yang berjubah putih yang disebutkan dalam Mrk 16:5? Pembaca Markus boleh teringat akan kisah mengenai seorang muda yang dalam Mrk 14:51-52 mengikuti peristiwa penangkapan Yesus dan malah ikut diringkus tetapi berhasil lolos dengan melepaskan pakaiannya yang hanya sehelai itu. Kembali ke kisah pengalaman ketiga perempuan di kubur Yesus. Mereka mendapati juga "orang muda", kata Yunaninya ialah "neaniskos", sama seperti yang ada dalam kisah sebelumnya. Mengapa disebut orang muda? Berarti penginjil mau mengatakan tidak hanya ada orang. Tapi tahu ciri-cirinya. Ia muda. Dalam kisah penangkapan, orang muda itu berpakaian "sehelai kain" yang kemudian dilepaskannya, tapi kini orang muda di makam ini berpakaian "jubah putih" yang tetap dikenakannya. Bagi orang Semit, pakaian membuat orang dapat dikenali, dapat kelihatan. (Kalau lepas pakaian, maka tak terlihat dan tak boleh dilihat.) Yang tadi ialah yang tak kelihatan lagi karena telah melepaskan pakaiannya dan tak diketahui lagi pergi ke mana, tapi tetap membuat pembaca berpikir. Ini cara Injil Markus berkata: tak penting lagi siapa yang menceritakan kejadian-kejadian hingga di situ. Mulai saat itu ikutilah sendiri Yesus yang barusan ditangkap dan perhatikan apa yang terjadi padanya. Begitulah kita diajak mengikuti kisah sengsara Markus. Yang kini tampak kepada para perempuan di makam itu tak terduga-duga dan mengejutkan. Orang muda yang ini berjubah putih. Pakaian seperti ini panjangnya dari leher sampai tumit, jadi seluruh sosoknya kelihatan serba putih. Dan ia berkata agar mereka tidak usah takut, lalu menjelaskan bahwa Yesus dari Nazaret itu telah bangkit. Para perempuan itu selanjutnya disuruh mengabarkan kepada para murid lain, khususnya Petrus, bahwa Yesus telah mendahului mereka ke Galilea. Di sanalah mereka akan melihat dia. Tokoh "orang muda" ini, seperti orang muda pada malam penangkapan, tetap diliputi rahasia dan semakin menggugah rasa ingin tahu. Itulah pengalaman mereka yang ada di ambang pertemuan dengan Yang Keramat. Tetapi yang dikatakannya jelas, yakni Yesus telah bangkit. Yesus tidak ada di antara orang mati lagi, ia sudah bangkit! Dan itulah yang mereka wartakan kepada murid-murid lain. Injil menghubungkan kesaksian paling awal tentang kebangkitan tadi dengan penampakan Yesus kepada murid-muridnya nanti di Galilea. Kita tahu, di wilayah utara itulah Yesus dari Nazaret mulai dikenal orang. Murid-murid diminta ke sana untuk "melacak kembali" perkenalan mereka
dengan dia yang dahulu memanggil mereka di pinggir danau. Dia itu sama dengan yang kini telah bangkit. Begitulah mereka akan menyadari bagaimana mereka dapat menimba kembali kekayaan dari pengalaman dari hari ke hari bersama dengannya dulu. Juga bagi kita, menemui dia yang bangkit itu sama dengan membaca kembali dan mendalami pengalaman mengenal dia yang tersembunyi dalam kehidupan sehari-hari di sekitar kita. Inilah warta utama iman kebangkitan: pergilah ke tempat kalian mulai berjumpa dengan dia dan di sana kalian akan melihat siapa dia sesungguhnya.


INJIL MINGGU PASKAH - PAGI HARI: Yoh 20:1-9


Menurut Injil Yohanes, pada hari pertama pekanitu, pagi-pagi benar, Maria Magdalena datang ke makam Yesus. Ia melihat batu penutup telah diambil dari kubur. Segera ia berlari mendapatkan Petrus dan murid lain yakni "murid yang dikasihi" Yesus dan menyampaikan berita bahwa Yesus diambil orang dan tak diketahui di mana sekarang. Maka Petrus dan murid yang lain itu berlari ke makam. Murid yang lain tadi sampai terlebih dahulu, menjenguk ke dalam kubur dan melihat kain kafan terletak di tanah. Petrus juga datang, lalu masuk dan mendapati juga kafan terletak di tanah, tapi kain peluh terlihat di tempat lain. Kedua murid ini mendapati makam kosong. Kesimpulan pembaca Injil: dia sudah bangkit. Seandainya janazahnya cuma dipindahkan atau disembunyikan, mestinya kafan dan kain peluh tidak dilepas dan ditinggalkan di makam.Murid yang lain, yang tadi ada di luar itu, menyusul masuk ke makam, dan disebutkan, "ia melihatnya", maksudnya, ia melihat bekas-bekas Yesus di situ, tapi kini sudah bangkit. Ditambahkan dalam ay. 8, "Dan ia percaya." Pengalaman pembaca Injil Yohanes dulu masih bisa kita ikuti pula. Ia akan pertama-tama menyimpulkan bahwa Yesus sudah bangkit dan baru sejenak kemudian percaya, seperti murid yang lain tadi. Ini cara berkisah Yohanes yang melibatkan pembaca. Ia membuat siapa saja yang mengikuti kisahnya merasa seolah-olah ikut berlari ke makam, dan boleh jadi datang mendahului Petrus dan bahkan murid yang dikasihi itu sendiri. Dan mendahului percaya Yesus sudah bangkit!Mari kita bandingkan dengan Injil Lukas. Dalam Luk 24:35 ketika dua murid melaporkan kepada kesebelas murid di Yerusalem mengenai penampakan Yesus di Emaus, mereka yang di Yerusalem itu juga menegaskan bahwa "Tuhan telah bangkit dan menampakkan diri kepada Simon". Akan tetapi, Lukas tidak menceritakan Petrus secara khusus mendapat penampakan Tuhan. Memang dalam 1Kor 15:5, Paulus menyebut bahwa Yesus menampakkan diri kepada Kefas, yaitu Petrus, dan menyebutkan murid-murid lain. Namun demikian, apa yang dialami Petrus sesungguhnya? Rupa-rupanya Lukas sengaja hanya menyebut Petrus "heran memikir-mikirkan apa yang telah terjadi". Lukas mengajak pembaca ikut serta dalam pengalaman Petrus mengenai "apa yang telah terjadi itu", yakni Yesus tidak lagi berada di tempat orang mati dan hanya kain kafannya masih di situ. Begitulah Petrus nanti juga sampai pada kesadaran bahwa Yesus sudah bangkit.


INJIL MINGGU PASKAH - SORE HARI: Luk 24:13-35


Dalam konteks kisah kebangkitan Lukas (Luk 24:1-12), ditekankan pengalaman para perempuan di makam yang kosong yang teringat akan perkataan Yesus dahulu. Juga digambarkan pengalaman Petrus menemukan makna peristiwa ini seperti disinggung di atas. Dua jalan itu membawa mereka sampai pada keyakinan bahwa Yesus telah bangkit.Ada jalan lain, yakni penampakan, seperti yang dialami kedua murid yang menuju Emaus yang diceritakan di dalam Luk 24:13-35. Kedua murid itu tidak segera menyadari bahwa orang yang menyertai mereka dalam perjalanan ke Emaus ialah Yesus yang telah bangkit. Bagi mereka, Yesus yang kelihatan sebagai musafir itu menjelaskan kejadian-kejadian mengenai dirinya yang telah dikatakan dalam Kitab Suci. Jadi, sepanjang perjalanan itu kedua murid tadi "membaca kembali" warta Kitab Suci mengenai Yesus. Mereka tidak sadar bahwa Yesus ada bersama mereka dan enolong mereka agar mengerti lebih dalam warta Kitab Suci. Mata mereka baru terbuka ketika ia makan bersama mereka dan melakukan hal yang sama seperti yang terjadi pada perjamuan terakhir. Akan tetapi, saat itu juga Yesus lenyap. Yang tinggal ialah kesadaran bahwa ia kini hidup. Kesadaran inilah yang membuat mereka bergegas mengabarkan kepada kesebelas murid di Yerusalem dan orang-orang lain yang beserta mereka.Satu hal lagi. Kedua murid yang berjalan ke Emaus itu disertai oleh dia yang telah bangkit dalam ujud yang tidak segera mereka kenali. Perjumpaan dengan orang yang tak dikenal, tapi dalam suasana dialog tadi menjadi jalan yang setapak demi setapak membuat mereka siap mengenali siapa dia itu sesungguhnya. Banyak perjumpaan yang memperkaya batin yang tak segera disadari. Biarkan dia sendiri yang ada dalam pengalaman itu menunjukkan diri. Dan saat itu juga mereka – kita juga – akan menyadari kenapa tadi "hati kita berkobar-kobar...!" (ay. 32).Selamat Paskah!

A. Gianto.



Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Tri Hari Suci

                                                 Tri Hari Suci

                                             Albertus Sujoko MSC

Misteri tiga hari suci ini dituliskan dalam buku berjudul Teologi Tiga Hari oleh Teolog bernama Hans Urs von Balthasar.  Tetapi Tri Hari Suci dan Teologi Tiga Hari itu tidak persis sama. Yang dimaksud Tri Hari Suci dalam Gereja adalah Kamis Putih – Jumat Agung – Minggu Paskah. Sedangkan Teologi Tiga Hari merenungkan Jumat Agung – Sabtu Suci – Minggu Paskah (Kamis Putih tidak termasuk)

Pada hari Jumat Agung: Yesus dari Nazareth mati, wafat atau dibunuh. Mati untuk menunjukkan kesamaanya dengan semua orang sehingga Yesus juga mati. Wafat untuk menghaluskan bahasa dan ungkapan hormat karena Yesus adalah Putera Allah, sehingga dikatakan Ia wafat. Dibunuh adalah kenyataan yang sebenarnya. Yesus yang masih muda dan dalam keadaan yang sehat ditangkap, diadili secara sewenang-wenang dan dibunuh dengan cara disalibkan.

Apa makna Jumat Agung ketika Yesus mati – wafat – dibunuh? Yesus mati sebagai tanda bahwa Dia menemani manusia dalam keadaannya yang paling jauh terpisah dari Allah. Kita semua tidak perlu berdalih dan lebih baik mengakui dengan rendah hati bahwa manusia itu dalam pengalaman pribadinya lebih banyak kali merasa jauh dari Allah daripada dekat dengan-Nya. Secara teologis (dalam kacamata iman) dikatakan bahwa dosa telah membuat manusia tersesat atau hilang dari peredaran rahmat. Bisa diumpamakan manusia itu adalah domba yang hilang. Semua manusia di dunia ini bagaikan seekor domba hilang yang dicari oleh Yesus. Domba itu tersesat sampai di tebing-tebing jurang dan di tempat-tempat yang sulit dijangkau atau berada di lembah kegelapan dan bayang-bayang maut. Sampai di tempat itu Yesus pergi, yaitu di dalam kematian. Yesus mengalami kematian. Padahal kematian itu lawan kehidupan. Kematian adalah keadaan yang terpisah dari Allah. Allah adalah kehidupan, sedangkan kematian adalah lawan kehiduan itu.

Makna Jumat Agung dilukiskan dalam Kidung Filipi 2: 3 – 11. Yesus Kristus yang walaupun dalam rupa Allah, Ia tidak menganggap kesetaraan-Nya dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan. Sebaliknya, Ia telah menjadi manusia – kemudian menjadi manusia yang hina sebagai hamba – lalu menjadi hamba yang menderita sengsara – menderita sengsara saja bukan sembarang sengsara seperti sakit atau apa, melainkan memanggul salib – dan akhirnya mati di kayu salib. Paulus menggunakan kata kenosis atau pengosongan diri Yesus. Sehingga apa yang dikatakan oleh Yesus dibenarkan atau disahkan atau dimeteraikan oleh tindakan-Nya sendiri. Barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkan nyawanya.

Sabtu Suci: adalah saat Yesus berada di dalam makam. Hari sabtu suci adalah satu-satunya hari dalam setahun bahwa tidak ada Misa atau Perayaan Ekaristi. Sabtu Suci adalah hari nyepi total di mana semua orang kristiani hendaknya menyepi dan bersemadi untuk menyatu dengan Yesus yang sedang mati dan berada di dalam makam. Yesus benar-benar berada di dalam dunia orang mati. Yesus turun ke dunia orang mati. Yesus menemui mereka semua yang berada di dalam dunia orang mati. Dia turun ke tempat penantian yaitu ke tempat semua orwah orang beriman sejak zaman bapa Abraham menantikan saat penyelamatan dari Sang Penebus atau Mesias, Putera Allah. Sekarang Putera Allah itu mati, turun ke dunia orang mati, menjadi sama dengan mereka dan menjumpai mereka. Semua saudara kita yang sudah mati ada bersama dengan Yesus, sama seperti kita semua yang hidup di dunia ini ada bersama Yesus dalam Sakramen Ekaristi. Yesus hadir di dalam Ekaristi dan kita bersatu dengan-Nya dalam Ekaristi.

Minggu Paskah adalah Hari yang dibuat oleh Allah: Haec dies quam fecit Dominus. Para murid Yesus pun tidak ada yang berfikir tentang kebangkitan. Mereka sudah pulang kampung dan menjala ikan lagi sebagai nelayan. Para wanita yang pergi ke makampun hanya bermaksud membawa rempah-rempah untuk mengurapi jenasah Yesus yang belum sempat dilakukan, karena Jenasah Yesus cepat-cepat diturunkan dari salib pada hari Jumat petang dan dimakamkan karena hari persiapan Paskah Yahudi pada hari Sabbat.

Jadi Paskah itu adalah tindakan Allah bagi kita; kita manusia bercorak pasif terhadap paskah: hanya menerima dan mengalami. Allah adalah pihak yang aktif, kreatif, proaktif dan provokatif untuk membuat manusia menyadari dan percaya apa yang terjadi pada hari minggu pagi, fajar merekah hari Paskah itu. Kisah paskah dalam Injil-injil adalah berita yang membingungkan, berita yang simpang siur, berita yang mengejutkan dan menghebohkan. Mereka saling bertanya dan mencari konfirmasi tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kalau waktu itu suah ada HP, pastilah sms beseliweran untuk mencari kepastian: apa sebenarnya yang sedang terjadi? Dua murid dari Emaus itu malah mengatakan: Yesus yang kami harapkan menjadi penyelamat Israel itu sudah mati. Lalu ada berita dari mulut perempuan-perempuan (yang tidak bisa dipercaya) yang pergi ke makam, bahkan katanya Jenasahnya tidak ada di dalam makam. Katanya Yesus bangkit atau jenasahnya dicuri orang dan belum ditemukan. Dan kini sudah tiga hari dari semuanya itu, maka kami pulang kampung saja ke Emaus, karena sudah tidak ada harapan. Padahal Yesus yang bangkit itu sendiri yang mendengarkan keluh kesah dua murid ke Emaus itu. Akhirnya mata mereka terbuka ketika Yesus memecahkan roti di rumah mereka.

Sebenarnya: Jumat Agung – Sabtu Suci – Minggu Paskah itu tidak persis tiga hari seperti kalender kita. Peristiwa itu terjadi hampir serentak. Yesus mati hari Jumat Agung jam 3 sore dan Dia dimakamkan cepat-cepat karena hari sudah mulai gelap. Hari gelap itu sebenarnya sudah memasuki hari Sabtu Suci. Demikian pula ketika hari Sabtu sudah petang, maka untuk orang Yahudi sudah berganti hari berikutnya. Perpindahan hari dihayati karena matahari terbenam, bukan karena jam 24.00 tengah malam seperti orang modern. Maka Perayaan Malam Paskah benar-benar perayaan malam Suci Kebangkitan Tuhan Yesus di mana umat menyanyikan lagu Exultet: Pujian Paskah: Bersoraklah Nyanyikan lagu gembira, bagi Kristus yang menebus kita...

(Saya tulis renungan ini di biara PBHK Purworejo tempat 10 Suster PBHK yunior sedang menyiapkan diri untuk kaul kekal. Semoga mereka semua bahagia dan bersemangat mewarkatan Injil Sukacita (Evangelii Gaudium) seperti diharapkan ole Paus Fransiskus. Kemarin sore saya ikut misa Kristmatis di Katedral Purwokerto dengan banyak Imam yang menurut Bapak Uskup, jumlah terbanyak selama Mgr. Sunarka SJ menjadi uskup Purwokerto)

Salamat Paskah
Sujoko msc


Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Kamis Putih

KAMIS [PUTIH 2 APRIL 2015 YOH 13,1-15
 

Pada hari Kamis Putih dibacakan kisah pembasuhan kaki para murid (Yoh 13:1-15). Tindakan ini dimengerti Petrus sebagai ungkapan merendah dari gurunya di hadapan para murid. Yesus meluruskan pendapat Petrus tadi sambil mengajarkan hal yang lebih dalam lagi. Hanya dalam Injil Yohanes sajalah dikisahkan tindakan Yesus membasuh kaki para murid. Memang orang biasa membasuh kaki sendiri sebelum masuk ke ruang perjamuan sebagai ungkapan mau ikut pesta dengan bersih. Hanya tamu yang amat dihormati saja, misalnya seorang guru atau orang yang dituakan, akan dibasuh kakinya. Dan bila dilakukan, akan dijalankan sebelum perjamuan mulai. Hanya pelayan rumah sajalah yang melakukan pembasuhan kaki tetamu, bukan tuan rumah. Injil Yohanes mengubah dan bahkan membongkar peran-peran tadi.
Yesus sang Guru dan tuan rumah itu kini membasuh kaki para muridnya, para tamunya. Apakah dengan demikian hendak disampaikan ia menjalankan peran sebagai hamba, hamba yang diutus dari atas sana, dari Allah sendiri? Menarik. Ini bisa menjadi dasar spiritualitas pengabdian sang hamba yang terungkap dalam syair-syair Ebed Yahwe (Yes 42:1-4; 49:1-6; 50:4-11, terutama 52:13-53:12). Tetapi tak usah kita tergesa-gesa ke sana. Mari kita amati lebih lanjut terlebih dahulu peristiwa yang dikisahkan Yohanes. Pembasuhan ini terjadi selama perjamuan sendiri, bukan sebelum, seperti lazim dilakukan orang. Tidak biasa. Boleh jadi Yohanes memang sengaja ingin menyampaikan hal-hal yang tidak lazim sehingga pembacanya mulai memikir-mikirkan apa gerangan maksudnya. Bila begitu, pembasuhan kaki di sini boleh jadi bukan ditampilkan sebagai tanda memasuki perjamuan dengan kaki bersih, atau ungkapan pengabdian serta kerendahan hati yang membasuh, melainkan guna menandai hal lain. Apa itu? Baiklah didekati kekhususan Yohanes dalam mengisahkan kejadian-kejadian terakhir dalam hidup Yesus.

Yohanes menceritakan hari-hari terakhir Yesus dengan cara yang agak berbeda dengan ketiga Injil lainnya. Dalam Injil Markus, Matius dan Lukas, kedatangan Yesus ke Yerusalem mengawali peristiwa-peristiwa yang membawanya masuk ke dalam penderitaan, kematian dan kebangkitannya nanti, termasuk di dalamnya perjamuan Paskah. Yohanes lain. Kedatangan Yesus ke Yerusalem dan pembersihan Bait Allah dipisahkan dari peristiwa salib dan kebangkitan. Bagi Yohanes, serangkaian kejadian yang berakhir dengan kebangkitan itu justru berawal pada perjamuan malam terakhir. Berbeda juga dengan ketiga Injil lainnya, perjamuan ini bukan perjamuan Paskah, melainkan perjamuan malam yang diadakannya sebelum Paskah. Bagi Yohanes, Paskah yang baru akan terjadi dalam ujud pengorbanan Yesus di salib.
Ditekankan oleh Yohanes bahwa Yesus sungguh menyadari dirinya "datang dari Allah dan akan kembali kepada Allah" (ay. 3). Karena itu mereka yang mengenalnya akan mengenali Yang Ilahi dari dekat. Ini semua diajarkan Yesus kepada para murid terdekat pada perjamuan malam terakhir itu dengan membasuh kaki mereka. Dia yang sadar berasal dari Allah dan sedang kembali menuju kepadaNya ingin menunjukkan bahwa orang-orang terdekat itu sedemikian berharga, sedemikian terhormat.

Lebih dari itu, ia ingin berbagi "asal dan tujuan" - dari siapa dan menuju ke siapa - dengan orang-orang yang paling dekat ini. Inilah yang dimaksud dengan mengasihi "sampai pada kesudahannya" (ay. 1). Tidak setengah-setengah melainkan sampai saat tujuan kedatangannya terlaksana, yakni membawa manusia ke dekat Allah, pengasal terang dan kehidupan sendiri. Berbagi asal dan tujuan itu cara Yohanes mengutarakan bagaimana Yesus berbagi kehidupan seutuh-utuhnya dengan pengikut-pengikutnya. Sekaligus terasa ada ajakan bahwa mengikuti Yesus bukan sekadar menyertainya sebentar-sebentar, dari sini sampai situ, melainkan dari awal hingga akhir. Justru dengan demikian manusia akan menjadi manusia sempurna.

Petrus terheran-heran dan tak bisa menerima gurunya membasuh kakinya. Murid yang serba spontan ini melihat gurunya melakukan tindakan merendah. Hanya itulah yang dilihatnya. Ia terlalu berakar dalam kerohaniannya sendiri. Yang hendak diberikan Yesus ialah sesuatu yang baru yang belum berkembang dalam diri para pengikutnya, bahkan yang paling dekat seperti Petrus sendiri. Yesus mengatakan bahwa kelak ia akan mengerti walaupun kini belum menangkapnya (ay. 6-7). Petrus belum puas dan bersikeras menolak dibasuh kakinya oleh gurunya itu. Mari kita dengar penjelasan Yesus sendiri kepada Petrus dan kepada siapa saja yang merasa seperti Petrus di hadapan Yesus sore ini.

Yesus menjelaskan, "Jikalau aku tidak membasuh engkau, engkau tidak mendapat bagian dalam aku." (ay. 8). Dia yang sadar bahwa "asal dan tujuan"-nya ialah Allah sendiri itu (ay. 3) kini hendak berbagi kehidupan dengan para murid! Bila asal dan akhir itu Allah sendiri, tentunya yang dimaksud ialah Allah sumber terang, sumber kehidupan. Utusannya datang ke dunia yang masih berada dalam ancaman kuasa gelap untuk membawa kembali orang-orang yang dekat padanya kembali ke sumber terang, kepada Allah, ke sumber kehidupan sendiri. Bila bisa dipakai istilah dalam budaya rohani Nusantara, maka berbagi "sangkan paran" kehidupan yang dilakukan Yesus menjadi jalan keselamatan bagi manusia.

Yesus juga menegaskan bahwa pembasuhan kaki dengan makna seperti di atas itu disampaikan sebagai teladan bagi para murid, agar mereka berbuat seperti itu satu sama lain (ay. 15), dengan maksud saling berbagi pengertian "dari mana dan ke mananya hidup ini", pengertian yang sudah mulai diterima dari perjumpaan dengan sang Guru kehidupan tadi. Meneladan bukan sekadar untuk meniru, melainkan upaya untuk menghidupi kepercayaan bahwa Yesus itu datang dari Allah dan pulang kepadaNya setelah berhasil memperkenalkan siapa Allah itu sesungguhnya. Bila demikian, rasa-rasanya memang ada sesuatu yang lebih dalam yang hendak dicapai dengan sikap saling melayani.

Boleh dikatakan, saat itulah lahir kumpulan orang yang hidup berbekal sikap Yesus yang menganggap sesama sedemikian berharga sehingga pantas dilayani dan dihormati. Inilah Gereja dalam ujudnya yang paling rohani, paling spiritual. Dalam arti inilah Gereja berbagi "asal dan tujuan" dengan Yesus sendiri. Kehidupan Gereja yang berpusat pada ekaristi baru bisa utuh bila dihidupi oleh bekal yang diberikan Yesus tadi. Hanya dengan cara itu Gereja akan tetap memiliki integritas. Memang kaum beriman masih berada di dunia, masih berada dalam kancah pergulatan dengan kekuatan-kekuatan gelap, tetapi arahnya jelas, ke asal dan tujuan tadi: ke sumber terang sendiri bersama dengan dia yang diutus olehNya.
Karena itu tak perlu heran bila para murid tidak semuanya bersih. Yesus berkata dalam ay. 11 "Tidak semua kamu bersih." Kata-kata itu tak usah ditangkap sebagai celaan atau peringatan melainkan sebagai pengakuan bahwa masih ada kekuatan-kekuatan gelap yang dapat menyesatkan orang yang berkehendak baik sekalipun. Kekuatan ini menghalangi orang untuk melihat dan mendalami "dari mana dan ke mananya" hidup ini. Tetapi nanti pada saat ia kembali kepada Allah, kekuatan ilahi akan tampil dengan kebesarannya dan saat itu jelas kekuatan-kekuatan gelap tidak lagi menguasai meskipun tetap dapat menyakitkan. Penderitaan tidak akan memporakperandakan kumpulan orang-orang yang percaya kepadanya. Malah menguatkan harapan. Inilah yang diajarkan pada hari ini.


DARI BACAAN KEDUA: 1Kor 11:23-26
Paulus mengajak umat  di Korintus untuk semakin  menyadari kenyataan rohani dari upacara ibadat ekaristi yang biasa  mereka jalankan. Dalam beberapa kesempatan, di Korintus kiranya terjadi hal-hal yang kurang pantas, seperti menjalankan ibadah  ekaristi  seperti pesta makan minum belaka. Memang ekaristi berkembvang dari upacara dengan perjamuan di kalangan Yahudi untuk merayakan iman turun temurun mereka dibawa keluar dari penderitaan di Mesir. Di kalangan umat kristiani, kemudian ekaristi dirayakan untuk menghadirkan  kembali  ingatan akan tindakan Yesus dalam membangun komunitas para pengikutnya pada perjamuan malam sebelum ia mengalami salib. Oleh karena itu Paulus menggarisbawahi kekhidmatan perjamuan ekaristi dan berusaha agar umat tidak menyamakan dengan perjamuan makan biasa yang dikenal orang Korintus. Ini konteks petikan tadi, bisa dibaca pada 1Kor 11:7-22.

Pada awal petikan kali ini, yakni ay. 23, Paulus menandaskan kembali kekeramatan ekaristi yang berasal dari Yesus sendiri - sebagai orang Yahudi, Yesus tentunya merayakan perjamuan makan cara Yahudi, yakni memperingati tindakan pembebasan umat Perjanjian Lama dari Mesir tadi. Tetapi ditegaskan Paulus juga kebaruan ekaristi yang dirayakan Yesus sebelum mengalami salib tadi, yakni bahwa ia telah memberikan dirinya - tubuhnya bagi orang  banyak  (ay. 24) dan telah memeteraikan, meresmikan perjanjian yang baru (yakni perjanjian keselamatan orang banyak sekarang) dengan darahnya - maksudnya, hidupnya. Jadi kehidupan yang dikorbankan bagi orang banyak, itulah yang jadi pokok yang dirayakan dalam perjamuan ekaristi. Begitu Paulus. Ini juga kenyataan pengorbanan Yesus yang diingat para pengikutnya - maksudnya dipegang  dalam batin dan kesadaran - sampai "ia datang". Maksudnya sampai pengorbanan yang sudah dijalankannya itu mencapai kepenuhannya, sampai orang banyak mengalami penyelamatan utuh. Ada ajakan untuk memberitakan pengorbanan yang membawakan penyelamatan seperti ini (ay. 26)

Salam hangat,A. Gianto


Website :
http://pds-artikel.blogspot.com