Monday, 23 February 2015

Injil Minggu Prapaskah II B

InjMgPrapaskah II/B 8 Maret 2015 (Mrk 9:2-10)
 
TERANG BATIN DAN HIKMAT

Rekan-rekan yang baik!
Dikisahkan dalam Mrk 9:2-10 yang dibacakan pada hari Minggu Prapaskah II tahun B bagaimana Yesus yang mengajak tiga orang muridnya, yakni Petrus, Yakobus, dan Yohanes naik ke sebuah gunung yang tinggi. Di sana mereka melihat sisi lain dari pribadi Yesus. Ia "berubah rupa dan pakaiannya pun bersinar putih berkilauan". Tampak juga kepada mereka Elia dan Musa yang sedang berbicara dengan Yesus. Petrus spontan ingin mendirikan tiga kemah bagi masing-masing. Saat itu juga terdengar suara yang menyatakan bahwa "Inilah AnakKu yang terkasih , dengarkanlah dia!" Ketika para murid "memandangi sekeliling", artinya sadar kembali masih menjejak bumi ini, hanya Yesus seorang dirilah yang mereka lihat. Apa arti peristiwa penampakan kemuliaan ini? Apa maksud larangan agar para murid tidak menceritakan penglihatan mereka sebelum "Anak Manusia" bangkit dari antara orang mati? (ay. 9-10)

Pada awal petikan disebutkan "enam hari kemudian". Markus bermaksud merangkaitkan kejadian ini dengan pengakuan Petrus bahwa Yesus itu Mesias (Mrk 8:29) dan pernyataan Yesus sendiri bahwa dirinya sepenuhnya hidup dan dibimbing Yang Maha Kuasa, juga dalam mengalami penderitaan. Inilah artinya Anak Manusia (8:31). Sebutan ini muncul kembali pada akhir petikan ini. Selang waktu enam hari dalam Injil Markus tidak usah diartikan sebagai 6 x 24 jam. Itu cara menyebut tenggang waktu yang cukup untuk menyadari pengalaman batin mengenai pernyataan-pernyataan tadi. Dalam petikan yang diperdengarkan hari ini, pengalaman tadi didalami lebih lanjut.

GUNUNG YANG TINGGI

Dalam Alkitab acap kali gunung yang tinggi digambarkan sebagai tempat orang bertemu dengan Yang Maha Kuasa dalam kebesaran-Nya. Di situ Ia menyatakan kehendak-Nya. Di puncak Sinai turunlah Sabda Tuhan kepada Musa; di sana juga Musa menerima loh batu , yakni Taurat, yang kemudian dibawakan kepada umat dan menjadi pegangan hidup mereka (Kel 24: 12-18). Juga nabi Elia berjalan 40 hari 40 malam sampai ke gunung Horeb dan di sana ia menerima penugasan dari Allah untuk menunjukkan kewibawaan-Nya kepada raja Israel (1Raj 19:8-18). Pembaca zaman itu akan segera menangkap motif berjumpa dengan Allah di gunung yang tinggi dengan penugasan khusus seperti terjadi pada Elia dan Musa. Tokoh-tokoh itu juga tampil dalam peristiwa kali ini.Dalam petikan hari ini dikatakan Yesus membawa serta Petrus, Yakobus, dan Yohanes ke atas gunung. Apa artinya pengisahan ini? Mereka ini murid-murid paling dekat. Ketiga murid itu juga nanti jelas-jelas disebut Markus diajak Yesus menyertainya di taman Getsemani (Mrk 14:33, bdk. Mat 26:37). Mereka diperbolehkan menyelami batin Yesus, baik sisi kebesarannya, seperti kali ini, maupun sisi paling manusiawinya nanti di Getsemani. Yesus itu pribadi yang bisa dikenali dan membiarkan diri dikenali. Dan pengalaman ini betul-betul bisa ikut dialami. Sejauh mana mereka dapat memasukinya adalah soal lain. Yang penting ada orang-orang yang mengikutinya yang diajak berbagi pengalaman batin. Pengalaman batin yang mana?


BERUBAH RUPA

Di atas gunung itu Yesus "berubah rupa". Pakaiannya jadi putih berkilauan. Dalam cara bicara orang waktu itu, pakaian membuat sosok yang berpakaian itu dilihat dan dikenal. Jadi maksudnya, sosok Yesus dilihat sebagai penuh cahaya. Kerap gambaran ini ditafsirkan sebagai pernyataan kebesarannya. Dan memang benar. Namun ada latar yang dalam yang patut dikenali pula. Rumus berkat dalam Bil 6:25 dapat membantu kita mengerti kedalamannya. Ayat ini ialah salah satu dari tiga pasang berkat yang boleh diucapkan oleh imam Harun bagi umat (Bil 6:24-27). Bunyinya: "Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya dan memberi engkau kasih karunia". Sinar yang terpancar dari wajah Tuhan dijajarkan dengan kasih karunia yang diberikan-Nya. Dengan latar alam pikiran ini, bisa dipahami bila sosok Yesus menjadi terang bercahaya itu karena dipenuhi kasih karunia Yang Maha Kuasa. Sebentar kemudian juga terdengar suara dari awan-awan "Inilah AnakKu yang terkasih!" Pembaca zaman kini sebaiknya menyadari bahwa kita tidak diajak melihat peristiwa itu atau diajak membayang-bayangkannya. Yang disampaikan di situ ialah pengalaman batin ketiga murid terdekat tadi. Saat itu mereka melihat Yesus sebagai orang yang terberkati secara khusus, sebagai orang yang disinari terang wajah Yang Maha Kuasa, dan menerima kasih karunia-Nya. Pengalaman inilah yang mereka bagikan kepada generasi selanjutnya lewat Injil. Karena itu, kita dapat ikut menikmati buahnya tanpa mendapat penampakan seperti itu sendiri. Pengalaman rohani dalam retret dan latihan rohani acap kali lebih baik dibahasakan sebagai menikmati buah hasil pengalaman para murid tadi daripada sebagai penglihatan mistik secara langsung. Dalam Pengkhotbah 8:1 disebutkan, hikmat kebijaksanaan membuat wajah orang menjadi bersinar. Yesus ditampilkan Injil sebagai orang yang penuh dengan hikmat kebijaksanaan. Hikmat kebijaksanaan ialah ujud kehadiran ilahi yang nyata di tengah-tengah masyarakat manusia. Dikatakan juga dalam ayat kitab Pengkhotbah tadi bahwa sinar wajah berkat kebijaksanaan tadi mengubah "kekerasan wajah" orang. Dalam cara bicara Ibrani, wajah yang terang bersinar berlawanan bukan dengan wajah gelap dan sayu, melainkan dengan wajah penuh ungkapan kekerasan, kelaliman dan menakutkan. Dalam diri Yesus kini berdiamlah kebijaksanaan ilahi. Cahaya kasih karunia ilahi inilah yang akan menyingkirkan sisi-sisi kekerasan dari kemanusiaan. Inilah yang mulai disadari ketiga murid tadi.


SUARA DARI ATAS

Ketiga murid tadi juga melihat Elia dan Musa bercakap-cakap dengan Yesus. Markus tidak menyebutkan isi pembicaraan mereka. Juga Matius tidak merincikannya. Boleh jadi memang Markus bermaksud mengatakan isi pembicaraan itu bukan hal penting lagi. Yang lebih penting ialah mengalami bahwa Yesus itu seperti tokoh-tokoh besar yang akrab dengan Allah sendiri. Dari Injil Lukas diketahui sedikit tentang pembicaraan mereka. Musa dan Elia disebutkan berbicara dengan Yesus mengenai "tujuan perjalanan", Yunaninya "exodos"-nya, Yesus (Luk 9:31) yang kini sedang menuju Yerusalem. Di sanalah ia nanti membawa keluar kemanusiaan dari kungkungan keberdosaan menuju ke kehidupan baru. Tokoh-tokoh besar yang akrab dengan Allah itu kini menyertai perjalanan Yesus ke sana. Bagaimanapun juga, reaksi Petrus yang dicatat ketiga Injil menunjukkan bahwa para murid tidak serta merta menangkap arti penglihatan tentang Elia dan Musa tadi. Petrus ingin mendirikan kemah bagi ketiga tokoh itu. Hikmat kebijaksanaan dan kasih karunia seolah-olah bisa dinikmati kehadirannya tanpa hubungan dengan umat manusia di luar sana. Ini malah cenderung membatasi ruang gerak kebijaksanaan.

Mereka mendengar suara dari atas yang menyatakan bahwa Yesus itu "AnakKu yang terkasih". Artinya, ia sedemikian dekat dengan Dia yang ada di atas sana dan mendapatkan semua dari-Nya. Pernyataan tadi diikuti dengan seruan untuk mendengarkannya. Ia dapat memperdengarkan kebijaksanaan ilahi karena hikmat telah memenuhi dirinya.

MENGENDAPKAN PENGALAMAN BATIN

Ketika keluar dari pengalaman batin yang kuat tadi, ketiga murid itu hanya mendapati Yesus seorang diri. Mereka kembali ke pengalaman sehari-hari. Tapi kali ini keadaannya berbeda. Mereka baru saja melihat bagaimana Yesus mendapat terang ilahi sepenuh-penuhnya. Namun demikian, pengalaman batin ini masih perlu mereka endapkan agar tidak tercampur baur dan malah membuat mereka lupa daratan. Dalam bahasa sekarang, masih butuh diintegrasikan dengan kehidupan yang nyata, bukan untuk dibangga-banggakan.

Karena itulah mereka dilarang menyiarkan apa yang mereka lihat di gunung tadi. Bukannya mereka diminta merahasiakannya. Mereka diharapkan menyadari artinya bagi kehidupan mereka sendiri terlebih dahulu. Dikatakan, larangan itu diberikan sampai Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati. Maksudnya, lebih dari sekedar menanti sampai waktu Paskah. Murid-murid diminta agar semakin menyadari siapa sebenarnya Yesus itu: dia yang nanti bangkit mengatasi maut, yang mendapat kasih karunia sedemikian penuh sehingga kematian nanti tak lagi menguasainya. Ia malah mendapatkan kehidupan baru bagi kemanusiaan.  Tidak usah orang zaman ini merasa terdorong melihat penampakan kebesaran Yesus seperti tiga murid tadi. Juga tidak semua murid Yesus waktu itu ikut melihatnya demikian. Bagian kita seperti bagian para pembaca Injil awal, yakni menyadari dan mengerti siapa Yesus itu lewat pengalaman batin ketiga murid tadi. Seperti mereka, baru bila kesadaran ini sudah menyatu dalam kehidupan, maka kita dapat merasa diperbolehkan menyiarkannya. Kita tidak diminta begitu saja menceritakan gebyarnya Yesus. Kita diajak menekuni siapa dia itu bagi kita dan bila sudah makin terang bagi kita sendiri, maka kita baru bisa membawakannya kepada orang lain. Yesus sendiri baru mulai memperkenalkan siapa Allah setelah ia dinyatakan sebagai Anak yang terkasih-Nya ketika dibaptis (Mrk 1:11 Mat 3:17 Luk 3:22) dan akan semakin membawakan-Nya ketika sekali lagi dinyatakan sebagai Anak-Nya yang terkasih dalam peristiwa di gunung kali ini (Mrk 9:7 Mat 17:5 Luk 9:35). Inilah teologi pewartaan yang disarankan dalam petikan Injil hari ini.


DARI BACAAN  KEDUA (Rm 8:31a-34)

Dalam bagian suratnya kepada umat di Roma yang dibacakan kali ini, Paulus menegaskan bahwa orang yang percaya bakal dilindungi oleh Yang Mahakuasa sendiri tanpa hitung menghitung. Bahkan Ia rela mengorbankan orang yang paling dekat dengan-Nya sendiri, "anak-Nya", demi membela kemanusiaan. Itulah pemahaman Paulus  mengenai peristiwa penyaliban Yesus - dan juga kebangkitannya yang menjadi tanda bahwa pengorbanannya tidak sia-sia.

Gambaran mengenai kebesaran serta kerelaan ilahi ini menggemakan kisah pengorbanan Abraham akan  Ishak yang diperdengarkan dalam bacaan  pertama (Kej 22:1-2; 9a,10-13, 15-18). Dalam kedua bacaan ini diketemukan kata serta gagasan "tidak menyayangkan" orang yang amat dekat dan dikasihi, lihat Kej 22:16 dan Rm 8:32. Dalam kitab Kejadian, kisah ini diceritakan bukan semata-mata untuk menampilkan keberanian serta iman Abraham melainkan terutama untuk menunjukkan betapa besarnya kesetiaan Allah sendiri pada janji-Nya kepada Abraham. Paulus memahami peristiwa ini lebih dalam. Seperti  Abraham yang tidak menyayangkan anaknya satu-satunya yang terkasih - Ishak - begitu pula Allah: Ia tidak menyayangkan Yesus, Anak-Nya, demi orang banyak. Inilah yang terpikir Paulus.

Tapi ada yang lebih. Dalam kisah Abraham, Ishak tidak jadi dikorbankan karena suruhan mengorbankan hanyalah batu ujian dan petunjuk mengenai kesetiaan. Yesus mati di  salib. Ia korban sungguhan. Allah berani kehilangan orang yang paling dekat pada-Nya agar banyak orang melihat keberanian-Nya dan percaya. Orang yang membiarkan diri dibuat percaya bakal selamat, bakal tahan dicobai. Tak bakal terhukum karena yang bakal bisa menghukum, yakni Allah dan Kristus yang kini duduk di sisi-Nya justru telah mau mengorbankan diri agar manusia tak terhukum. Inilah teologi Paulus. Ini juga penjelasan mengapa ia mengajak agar orang menjadi percaya akan kebesaran ilahi.

Salam hangat,
A. Gianto

Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Monday, 16 February 2015

Minggu Prapaskah I/B

Mg Prapaskah I/B 22 Feb 2015 (Mrk 1:12-15 & 1Ptr 3:18-22)

KEKUATAN ROH DAN KERAJAAN ALLAH

Pada hari Minggu I/B Masa Prapaskah dibacakan Mrk 1:12-15. Dengan singkat dan padat diceritakan dua hal: pertama, Yesus dicobai di padang gurun, dan kedua, bagaimana ia mengumumkan sudah datangnya Kerajaan Allah. Kedua peristiwa ini mendasari kegiatan Yesus di masyarakat. Ia akan memilih murid-murid pertama dan bersama-sama mereka ia akan melayani orang-orang di Galilea. Ia juga akan berjalan ke Yerusalem tempat peristiwa Paskah nanti terjadi.

SINGKAT PADAT
 
Injil Markus memang lebih singkat daripada kedua Injil Sinoptik lainnya, yakni Matius dan Lukas. Kedua Injil ini memang disusun berdasarkan tulisan Markus dilengkapi dengan tradisi mengenai kata-kata Yesus (disebut para ahli sebagai "Q", dari kata Jerman Quelle, artinya sumber) dan bahan-bahan khusus kalangan Matius dan Lukas sendiri. Markus sendiri menceritakan peristiwa-peristiwa secara singkat mengingat pendengar/pembacanya ketika itu masih cukup akrab dengan seluk-beluk yang tersedia secara lisan. Markus kerap hanya memberi "garis besar" saja. Kedua Injil lain kemudian menyertakan beberapa unsur peristiwa sebagaimana diingat dalam komunitas masing-masing. Namun demikian, dalam menyampaikan Injilnya, Markus dengan sengaja memadatkan kisah-kisah yang waktu itu masih cukup dikenal. Pemadatan ini justru membuat peristiwa yang bersangkutan semakin menonjol. Kedua peristiwa yang diperdengarkan hari ini hasil pemadatan seperti itu. Pembaca dan pendengar diajak mengembangkan sendiri unsur-unsur yang melatarbelakangi peristiwa tadi sesuai dengan pengetahuan dan perkembangan iman mereka.
Titik pusat pengisahan petikan hari ini sebenarnya bukan percobaan yang dialami Yesus, melainkan kesertaan Roh, terbangunnya kembali manusia utuh dalam Kerajaan Allah dan sikap yang perlu dibangun dalam menerimanya.

DIPIMPIN ROH
 
Diceritakan sebelumnya bahwa Roh turun ke atas Yesus dalam ujud merpati, lambang kedamaian. Kekuatan ini jugalah yang menaunginya ketika menghadapi Iblis di padang gurun. Roh ini kekuatan yang tak ada taranya, tapi tak bisa dipegang seperti jimat. Kekuatan ilahi tidak bisa dikuasai orang yang bersangkutan. Sebaliknya, yang bersangkutanlah yang dikuasai kekuatan itu. Orang yang disertainya ialah orang yang membiarkan kehadiran ilahi bekerja dalam dirinya di dunia ini seleluasa-leluasanya.
Dikatakan, Yesus ada bersama binatang-binatang liar. Bukan perkara lumrah. Sebagai akibat kejatuhan manusia, binatang liar tidak bisa lagi berada bersamanya dengan damai seperti di Firdaus dahulu. Seperti diutarakan Yes 11:6-9, rukunnya kembali binatang liar dengan manusia melambangkan terbangunnya kembali Firdaus. Bila dikatakan Yesus berada bersama binatang-binatang liar, jelas hendak dikatakan bahwa pada dirinya kini terwujudlah kembali manusia yang utuh seperti di Firdaus tadi. Juga ditegaskan, dialah yang merujukkan kembali pihak-pihak yang saling memusuhi. Ia membangun kembali dunia seperti dicitrakan Yesaya tadi.
Juga disebutkan bahwa para malaikat "melayani" Yesus. Mereka menyediakan semua yang dibutuhkannya selama ia berada di tempat yang penuh godaan itu. Yesus memang akan melihat dua macam daya yang menarik ke jurusan yang bertentangan. Yang satu mendekatkannya ke pada Allah, yang lain, kekuatan Iblis, menjauhkannya. Pilihannya akan membuat ia menjadi utusan Allah atau utusan kekuatan jahat. Malaikat pun tak segan mendekat padanya. Inilah yang terjadi di padang gurun.

KERAJAAN  ALLAH
 
Pembicaraan Kerajaan Allah sebaiknya didasarkan pada gagasan orang biasa pada waktu itu dan bukan pada pengertian-pengertian dari zaman ini. Dengan demikian akan lebih mudah diselami maksud pewartaan bahwa "Kerajaan Allah sudah datang".
Bagi orang-orang pada zaman Yesus, ungkapan Kerajaan Allah (Matius menyebutnya Kerajaan Surga) cukup mudah dimengerti. Sudah sejak lama mereka mengharapkan Allah mengerjakan hal yang istimewa bagi umatNya. Mereka percaya bahwa mereka menjadi umat Allah berkat kebaikanNya yang membawa mereka keluar dari tempat perbudakan di Mesir ke tanah yang dijanjikan kepada leluhur mereka dan menjadikan mereka jalan bagi bangsa-bangsa lain untuk mengenal kebesaran Allah mereka. Itulah ajaran iman turun-temurun mereka. Mereka merasa aman karena dipimpin dengan kuasa Allah mereka sendiri. Ada kebanggaan bahwa mereka dirajai Allah. Itulah gagasan paling awal mengenai "Kerajaan Allah". Tetapi dalam sejarah umat Israel, beberapa kali terjadi krisis. Kebesaran mereka runtuh. Mereka tak mendapati diri dirajai Allah, tapi diperintah bangsa lain yang tak mengenal kepercayaan mereka.
Namun demikian, pengalaman buruk tadi juga membangun kesadaran baru. Pertama, tergugah harapan bahwa Allah akan bertindak seperti dahulu lagi. Mereka tetap yakin Dia akan membawa keluar umatNya dari penindasan. Kerajaan Allah akan terbangun kembali. Memang belum jelas kapan terjadi, tapi pasti akan terwujud. Akan datang orang yang ditugasi Allah membangun kembali kejayaan mereka. Inilah harapan mereka. Kedua, seperti dicanangkan para nabi, mereka perlu menginsyafi bahwa malapetaka politik yang mereka alami itu akibat ketaksetiaan mereka sendiri terhadap Allah. Mereka diajak memeriksa diri apa cukup sepadan dengan kebaikan yang telah diterima dariNya.
Ketika Yesus menyerukan bahwa "saatnya sudah genap, Kerajaan Allah sudah dekat", orang-orang langsung menangkap hubungan dengan pengalaman mereka sendiri. Mereka sudah lama mengharap-harapkan kapan waktu itu tiba. Kehadiran kembali Allah kini diwartakan bukan lagi barang yang jauh. Itulah yang dimaksud dengan Kerajaan Allah sudah dekat. Juga bagian kedua pewartaan Yesus, yakni mengenai bertobat dan percaya, tidak sulit mereka tangkap. Orang diajak melihat kenyataan baru tadi dengan pikiran terbuka, memandang jauh ke depan, tidak hanya yang di sini dan kini melulu. Inilah yang dimaksud dengan "bertobat". Bukan pertama-tama dimaksud sikap menyesali kekeliruan dan dosa, melainkan keterbukaan ingin melihat yang lebih luas, bersedia memikirkan ada yang lebih jauh daripada yang kini sedang terjadi. Inilah pertobatan yang diserukan Yesus. Baru bila memiliki wawasan luas, dapatlah orang dikatakan "percaya kepada Injil". Maksudnya, mempercayai bahwa kini ada yang membuat batin mereka lega, "plong", bisa bebas dari kegelisahan akan masa depan yang tak menentu.

PENERAPAN
 
Sebetulnya apa yang terjadi? Yesus mengajak orang menekuni kepercayaan yang sudah mereka punyai. Masa depan diserahkan kembali kepada pelaku-pelakunya sendiri, yakni kaum beriman sendiri, kita-kita ini sendiri.
Apa yang dapat dipetik dari Injil hari ini bagi? Intinya kita digairahkan agar semakin mendengarkan dan mempercayai warta gembira dan melihat jauh ke masa depan dengan mantap. Ada beberapa catatan. Tidak banyak berguna bila kita merasa perlu "menjadi" seperti Yesus di padang gurun! Markus menyampaikan kisah Yesus digoda itu untuk membantu kita mulai mengenal siapa Yesus itu, bukan untuk memberi pesan-pesan moralistis kepada kita.
Kita juga boleh terus terang mengakui, kita tidak sekuat Yesus dalam menghadapi percobaan. Namun demikian, godaan-godaan yang kita jumpai juga tidak seganas yang dialaminya. Rupanya kekuatan menghadapi cobaan itu seukuran dengan beratnya cobaan itu sendiri. Semakin besar godaan, semakin kuat daya perlawanan yang tersedia. Perkaranya sebetulnya diserahkan kepada pilihan kita masing-masing: berpegang pada kekuatan ilahi atau mau menghadapi sendiri dan tentu kalah. Ini yang bisa kita tarik keluar dari kisah itu.
Memilih hidup bagi Allah menjadi awal perjalanan yang panjang bagi Yesus. Juga bagi para pengikutnya. Yesus nanti akan memperkenalkan siapa Allah itu kepada orang banyak. Kita tidak usah merasa ditugasi sama seperti Yesus. Bagian kita ialah menerima pewartaannya mengenai Allah. Bukan dengan mengatakan "ya" dan "betul begitu" belaka, tetapi dengan berupaya ikut memungkinkannya menjadi kenyataan. Bisa dikatakan, warta mengenai Kerajaan Allah tak akan membekas bila tidak disertai kesediaan untuk memberinya ujud yang nyata dalam masyarakat, juga yang belum pernah terbayangkan.
Pernyataan bahwa Kerajaan Allah "sudah dekat" masih juga memiliki arti bagi zaman ini. Orang zaman ini pun boleh merasa diajak berkreasi ikut menjadikan gagasan Kerajaan Allah itu sebuah kenyataan yang dialami "sudah dekat". Kita boleh mengupayakan keadaan yang membuat orang lega, bebas dari waswas yang mengekang batin. Tanpa keikutsertaan membangun wahana itu, nanti hanya akan ada impian yang tak terwujud. Karena itu juga dirasa perlu "menerjemahkan" gagasan Kerajaan Allah itu dalam langkah-langkah mengembangkan wahana kehidupan yang makin layak. Inilah bentuk nyata dari pertobatan yang diserukan Yesus. Bisa dalam kehidupan orang perorangan, bisa dalam kehidupan bersama. Bentuknya bisa bermacam-macam. Itulah kekuatan warta ini: mengembangkan potensi penerima warta sendiri, bukan hanya memberi.
Boleh jadi, langkah berguna untuk menerapkan warta Injil hari ini ialah mulai dengan membuat kajian mengenai kehadiran komunitas orang percaya di lingkungan yang nyata, di dalam keadaan multikultural dewasa ini. Baik disimak sejauh mana masyarakat kurang memungkinkan tiap orang memiliki akses yang sama ke kebaikan yang dimaui oleh Allah sendiri. Ini bentuk nyata dari "melihat jauh ke depan" (dalam bahasa Injil "Bertobatlah!") dan mengusahakan agar Injil menjadi bagian kehidupan ("Percayalah kepada Injil!").
Gagasan di atas juga terungkap dalam petikan surat Petrus yang dibacakan kali ini (1Ptr3:18-22). Ditegaskan di situ bagaimana Kristus yang telah dimulyakan setelah kematiannya bukan hanya tinggal diam. Kini, dalam Roh, ia membawa orang mendekat kepada Yang Mahakuasa sendiri. Kristus digambarkan sebagai yang mengajak siapa saja yang berjauhan dengan kehadiran ilahi untuk datang mendekat. Kehadirannya menjadi pewartaan keselamatan yang telah datang. Tinggal diterima kekuatannya.

Salam hangat,
A. Gianto

Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Wednesday, 11 February 2015

Injil Minggu Biasa VI B

Inj MgBiasa VI/B 15 Feb 2015 (Mrk 1:40-45)
KESEMBUHAN DAN PEWARTAAN

Diceritakan dalam Mrk 1:40-45 (Injil Minggu Biasa VI tahun B) bagaimana seorang penderita kusta memohon kepada Yesus dengan mengatakan bila Yesus menghendaki, tentu ia dapat membersihkannya, maksudnya menyembuhkannya. Yesus pun menyentuhnya dan mengatakan ia mau agar ia jadi bersih. Begitu sembuh, orang itu diperingatkan agar tidak mengatakan apa-apa kepada siapa pun. Kemudian disuruhnya pergi menghadap imam, karena menurut perintah Musa (Im 14:2-32), imamlah yang berwenang secara resmi menyatakan orang sudah bersih dari kusta. Apa sebetulnya pokok persoalannya? Penyembuhan atau pernyataan bahwa sudah bersih dari kusta? Kita boleh bertanya-tanya, bagaimana perasaan Yesus ketika melihat orang tadi? Apa pula relevansi kisah ini bagi kita?
PENDERITA KUSTA

Dalam Alkitab, baik Perjanjian Lama dan Baru, "kusta" sebenarnya bukan penyakit kusta yang dikenal ilmu kedokteran sekarang, yaitu yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium leprae, melainkan. semacam penyakit kulit akibat jamur yang membuat kulit melepuh merah. Penyakit kulit ini menyeramkan dan membuat penderita dijauhi orang. Mereka juga tak diizinkan mengikuti ibadat karena dalam keadaan itu mereka dianggap tidak cukup bersih untuk masuk ke tempat suci. Menurut hukum adat dan agama Yahudi dulu, meski sudah sembuh, orang kusta baru akan diterima kembali ke dalam masyarakat dan boleh ikut perayaan suci setelah dinyatakan sembuh dalam upacara yang hanya dapat dilakukan para imam. Hanya imamlah yang berhak menyatakan "najis" (kotor karena kusta) atau "tahir" (bersih, sembuh dari kusta). Peraturan ini termaktub dalam bagian Taurat, yakni Im 14:2-32. Tujuannya tentunya menjaga kebersihan kurban. Tetapi pelaksanaan hukum itu kemudian menjadi soal. Menjelang zaman Perjanjian Baru, semua upacara keagamaan yang penting semakin dipusatkan di Bait Allah di Yerusalem. Penegasan sudah tahir atau masih kotor praktis kemudian hanya dilakukan di Bait Allah pada kesempatan terbatas walaupun tidak ada larangan melakukannya di tempat lain. Alhasil orang kusta yang sudah sembuh sekalipun sulit sekali mendapat pernyataan sudah bersih kembali. Orang itu akan benar-benar terkucil dan tidak memiliki tempat mengadu lagi. Dengan latar belakang seperti ini Yesus itu memang menjadi harapan satu-satunya. Tak heran orang tadi datang kepadanya, berlutut, lalu mengatakan kalau engkau mau, engkau dapat mentahirkan diriku.  Orang itu memohon dua hal. Pertama, kesembuhan dari kusta, dan kedua, tidak kalah pentingnya, ia mohon agar Yesus mau menyatakan ia sudah tahir kembali. Baginya, Yesus inilah yang dapat memenuhi peraturan dalam Taurat karena kelembagaan yang didukung imam-imam tidak lagi mendukung. Inilah sudut pandang orang kusta tadi. Bagaimana dengan Yesus?


PERASAAN YESUS?
 
Dikatakan Yesus "tergerak hatinya" (Mrk 1:41). Kerap disebut Yesus iba hati bila melihat penderitaan atau kebutuhan orang yang tak terpenuhi. Ikut merasakan, itulah yang dimaksudkan Injil, dalam bahasa Yunani, "splagkhnistheis", kata yang dijumpai dalam ay. 41 ini. Tetapi pada ayat itu beberapa naskah tua memakai kata lain, yakni "orgistheis", yang artinya marah, kesal, berang. Mana yang benar? Bukankah iba hati lebih cocok dan lebih biasa? Pemikiran seperti inilah yang mengakibatkan penggantian teks asli "marah" menjadi "iba hati" pada ay. 41 itu. Tidak di setiap tempat ia disebut iba hati sebetulnya ia marah.  Waktu itu di seluruh Galilea ia memberitakan Injil dan mengusir setan (1:39). Tentunya ia berharap kekuasaan setan dan penyakit akan surut. Tapi masih ada saja! Malah sekarang datang orang kusta yang sembari berlutut minta disembuhkan. Apa lagi yang belum kulakukan, kata Yesus dalam hati! Kesal, berang, marah, begitulah perasaan Yesus waktu itu. Dan dengan perasaan inilah ia mengatakan, tentu saja aku mau. Hai, kau, jadilah bersih! Dan seketika itu juga penyakit kusta itu pergi meninggalkan orang tadi, sama seperti demam yang lenyap dari badan ibu mertua Simon. Kekuatan kusta itu jeri padanya, begitu gagasan MarkusSelanjutnya dalam ay. 43 disebutkan Yesus "menyuruh pergi orang tadi dengan peringatan keras". Dan dalam ayat selanjutnya dikutip kata-kata yang melarang orang itu menceritakan apapun kepada siapa saja dilanjutkan perintah agar menghadap imam agar dinyatakan bersih menurut hukum Musa. Sebenarnya teks aslinya lebih keras, harfiahnya, "Dengan geram Yesus menyuruh orang itu pergi. Katanya, 'Ingat, jangan katakan apapun kepada siapa saja!'" Orang itu disuruhnya menghadap imam supaya dinyatakan bersih menurut aturan Musa. Apa yang membuat Yesus geram? Sering para imam, yang berwenang menyatakan orang kusta sudah sembuh serta bisa diterima kembali dalam masyarakat, kurang bersedia melakukannya. Jadi sekalipun sudah sembuh, orang yang bersangkutan tetap tersisih. Yesus menyuruh orang itu membawa persembahan yang diwajibkan hukum untuk keperluan seperti itu justru untuk menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan siap dinyatakan bersih. Inilah yang dimaksud dengan "sebagai bukti" dalam ay. 44. Tapi Yesus sendiri tentu juga tahu bahwa tak mudah orang itu menemui imam yang bersedia menolong orang itu. Karena itu ia geram. Lebih parah lagi, yang menghalangi bukan kekuatan jahat yang menyebabkan penyakit - yang sudah tersingkir - melainkan orang-orang yang memiliki wewenang menjalankan hukum Musa, yakni para imam! Ini membuatnya geram dan merasa tak berdaya.

SIAPA PENCERITANYA?
Bila dibaca sekilas, bagian pertama ay. 45 memberi kesan bahwa yang pergi memberitakan dan mengabarkan ke mana-mana ialah orang yang baru saja dilarang mengatakan tentang hal itu. Beberapa kali memang Yesus ingin agar kejadian luar biasa yang dilakukannya tidak disiarkan. Tetapi "ia" dalam ay. 45 itu dapat menunjuk pada orang kusta, tapi bisa juga pada Yesus sendiri. Secara harfiah bunyinya begini: "Sambil berjalan pergi ia (=si kusta, tapi bisa juga Yesus) mulai mengabarkan dan menyebarluaskan..." Lebih lanjut, yang disebarluaskan, ialah "ton logon", dari kata "logos", yang bisa berarti "hal itu", maksudnya penyembuhan, bila "ia" dimengerti sebagai orang kusta; tetapi "logos" bisa pula berarti "kata", dan dalam konteks ini khususnya, "Injil". Ini cocok bila yang dimaksud dengan "ia" ialah Yesus sendiri.  Memang akhirnya orang yang barusan disembuhkan itu menyebarluaskan berita tentang hal itu. Ia tidak diam seperti yang diinginkan Yesus. Tetapi juga benar bahwa Yesus mengabarkan dan menyebarluaskan Injil. Dalam kedua makna ini, kejadiannya sama: baik warta Injil maupun berita tentang kesembuhan si kusta itu tersebar luas. Akibatnya juga sama, seperti disebutkan dalam bagian kedua ay. 45, "...ia (=Yesus) tidak dapat memasuki kota dengan terang-terangan. Ia tinggal di luar di tempat-tempat terpencil, namun orang terus juga datang kepadanya dari segala penjuru" Boleh dicatat, dalam teks asli tidak dipakai kata "Yesus" yang ditambahkan dalam terjemahan Indonesia demi kejelasan. Kiranya Markus bermaksud memunculkan dua gambaran tumpang tindih bagi kejadian yang sama. Pembaca diajak melihat kejadian itu baik dari sisi orang kusta maupun dari sisi Yesus. Kisah ini bukan hanya kisah kesembuhan, melainkan juga kisah pewartaan Injil. Kedua-duanya perlu ditampilkan dalam pembicaraan mengenai petikan ini.


MEMETIK HIKMAT KISAH


Dikatakan, Yesus tinggal di "tempat-tempat terpencil", dari kata Yunani "eremos" yang juga sering dialihbahasakan sebagai padang gurun yang memang terpencil. Kita boleh ingat akan peristiwa Yesus menghadapi kekuatan iblis yang menggodainya di padang gurun, di tempat terpencil (Mrk 1:12). Tapi kekuatan ilahi tetap menyertainya. Pada lain kesempatan, dikatakan pagi-pagi benar ia pergi berdoa di tempat terpencil (Mrk 1:35). Dan orang-orang mencari dan mendatanginya, seperti disebutkan dalam petikan kali ini juga. Kisah ringkas ini menjadi ajakan untuk menemukan dia yang mengusahakan diri agar bersama dengan Yang Maha Kuasa. Di situ kekuatannya, di situ terjadi kesembuhan yang utuh. Markus menggambarkan perasasan Yesus yang kesal, mengalami frustrasi melihat adanya halangan-halangan yang memisahkan manusia dari sumber hidupnya sendiri. Kita diajak penginjil untuk mulai bersimpati pada Yesus, menyelami perasaannya agar makin memahami kesungguhannya. Bukan supaya kita menirunya atau membenarkan diri kita bila kesal dan kecewa, melainkan untuk membantu agar kita dapat mengenal siapa dia itu. Bukan pula untuk mengutuk kaum imam yang kurang bersedia menjalankan yang digariskan hukum Musa. Kita diajak menyadari akan adanya halangan-halangan yang membuat kebaikan terbelenggu. Akan makin besar pula kebutuhan mendengarkan warta yang melegakan. Tadi disebutkan bahwa sukar bagi orang kusta yang sembuh untuk menghadap imam di Bait Allah agar resmi dinyatakan sembuh dan dapat kembali ke dalam masyarakat. Tempat Yang Ilahi hadir secara nyata sekarang tidak lagi di Bait Allah, tapi di tempat Yesus berada. Dialah Bait yang baru. Dia juga yang menyatakan orang jadi bersih kembali. Ia sendiri jugalah yang menjadi kurban bagi pulihnya orang kusta serta kaum terpinggir lainnya. Ini warta yang melegakan yang disampaikan Injil!


DARI BACAAAN KEDUA 1Kor 10:31-11:1


Latar bacaan 1Kor 10:31-11:1 ialah sebuah persoalan yang dihadapi umat di Korintus dan yang telah ditanggapi Paulus mulai dari 1Kor 8 hingga akhir petikan ini. Ketika itu di kalangan  umat ada pertanyaan, patut atau tidakkah orang makan daging yang dipakai dalam ibadat penyembahan dewa-dewi yang ketika itu biasa terjadi? Dalam mendekati persoalan ini Paulus tidak begitu saja  mengatakan boleh atau tidak boleh begitu saja. Bagi Paulus jelas-jelas berhala dan dewa-dewi itu tidak ada. Maka makanan yang dipersembahkan bagi mereka pada dasarnya tidak mengubah makanan maupun orang yang memakannya. Tetapi pandangan orang yang memiliki pengetahuan mengenai keagamaan. Sulitnya tidak semua orang demikian. Orang sederhana yang tadinya penyembah berhala dan kini menjadi pengikut Kristus akan tersandung bila melihat saudara seiman ikut makan makanan persembahan tadi. Begitu pula orang dari kalangan bukan pengikut Kristus akan mudah mendapat kesan keliru mengenai apa itu menjadi pengikut Kristus - sepertinya boleh boleh saja ikut merayakan dewa-dewi. Dalam mengambil sikap terhadap persoalan di  atas dua  hal dianggap penting  oleh Paulus. Pertama agar warga sekomunitas iman tidak tersinggung, dan kedua agar orang-orang lain (orang Yunani "kafir") tidak menganggap gaya hidup kristiani sama saja dengan pelbagai bentuk penyembahan dewa-dewi. Dua keprihatinan pokok ini bertujuan sama, yakni membuat siapa saja, orang kristen atau bukan, semakin melihat bahwa kelompok pengikut Kristus ini hidup demi kemuliaan ilahi, seperti ditegaskan dalam 1Kor 10:31. Dan siapa saja yang melihat tujuan hidup itu sudah mulai menemukan jalan keselamatan.Pendekatan pastoral dengan dua arah ini, ke dalam ( komunitas kristiani) dan ke luar (kalangan luar) masih dapat menjadi arahan bagi para pelayan iman zaman kini, juga di bumi Indonesia. Ada pelbagai kesadaran umat mengenai apa itu hidup sebagai orang  kristen. Kalangan yang sudah turun temurun beriman kristiani bisa lain daripada mereka yang baru saja memeluk iman ini. Pelayanan yang baik ialah yang disesuaikan dengan kebutuhan. Juga kalangan luar - ada banyak yang kurang tahu apa kekhasan  iman kristiani. Sering hanya terbatas pada stereotipi antaragama. Tugas pelayan iman dalam keadaan ini ialah menunjukkan apa dan bagaimana hidup sebagai orang kristiani di masyarakat yang majemuk.

Salam hangat,
A. Gianto
 

Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Monday, 2 February 2015

Injil Minggu V/B

Minggu Biasa V/B -8 Feb 2015 (Mrk 1:29-39)

Mrk 1:29-39 mengisahkan kegiatan Yesus sehabis mengajar dan mengusir roh dari orang yang kerasukan pada pagi hari yang sama (Mrk 1:21-28). Sore hari itu, di rumah Simon dan Andreas, ia menyembuhkan ibu mertua Simon yang menderita demam. Petang harinya, ia sibuk menyembuhkan orang-orang lain dari penyakit dan kerasukan setan. Keesokan harinya, pagi-pagi buta, ia pergi berdoa di tempat terpencil. Ketika Simon dkk. menemukannya dan mengatakan bahwa banyak orang mencarinya, Yesus malah mengajak mereka pergi ke kota-kota di sekitarnya untuk "mewartakan Injil" - maksudnya membawakan berita yang bakal membuat orang merasa lega. Untuk itulah ia datang, kata Yesus sendiri.Markus sengaja menaruh kegiatan Yesus dalam kerangka siang hari, sore, petang, dan pagi hari esoknya. (Kerangka ini diikuti dalam Luk 4:31-44; Matius tidak memakainya.) Irama kehidupan itu mengikuti irama alam, khususnya matahari. Dalam masyarakat dulu, kegiatan mencari nafkah selesai pada saat matahari terbenam. Setelah itu, di lingkungan orang Yahudi saleh, waktu petang dan malam dipakai untuk mendalami Taurat, membaca kehidupan lewat teks-teks sakral. Pada hari Sabat, pendalaman Taurat seperti ini dijalankan sepanjang hari. Kita catat, Markus menampilkan kegiatan Yesus kali ini pada hari Sabat: pagi mulai mengajar di sinagoga menerangkan Taurat. Dan terang Taurat yang dibawakannya itu menyingkirkan roh jahat yang merasuki orang yang waktu itu ada di sana (Mrk 1:21-28). Markus hendak menunjukkan bahwa penyembuhan yang dilakukan Yesus itu terjadi dalam rangka pendalaman Sabda bagi orang banyak. Yesus bukan orang yang mau melawan lembaga kekudusan Sabat. Ia malah membuat hari itu semakin luhur! Kita perhatikan bahwa Yesus juga tidak mengangkat bangun ibu mertua Simon. Ia memegang tangannya dan itu cukup untuk membuat demamnya lenyap.

RASANYA...GRENG!

TANYA: Bu, tolong ceritakan sendiri pengalaman sore itu.
JAWAB: Kan sudah ditulis oleh Mark, juga diceritakan kembali Matt dan Luc.
TANYA: Bagaimana keadaan ibu waktu itu?
JAWAB: Demam. Sudah beberapa hari terbaring. Siap mati. Eh, tahu-tahu ada orang yang memegang tangan saya!
TANYA: Menurut Mark (Mrk 1:31), sambil memegang tangan ibu, Yesus "membangunkan" ibu dan saat itu juga demam hilang. Apa beliau menyuruh bangun, atau malah mengangkat dan mendudukkan? Soalnya, Matt (Mat 8:15) dan Luc (Luk 4:39) tidak mengatakan Yesus membangunkan. Mereka bilang ibu "bangun", itu saja.
JAWAB: Kok aneh-aneh tanyanya! Sang Guru dari Nazaret yang didatangkan menantu saya itu hanya memegangi tangan saya. Wah, nak, rasanya... greng! Ada kekuatan yang masuk mengusir demam itu keluar. Luc tentunya juga tahu meski ia tidak ikut mengatakan Yesus memegangi tangan saya.
TANYA [rada geli]: Omong-omong, "greng" yang ibu sebut tadi apa sih?
JAWAB: Eh, nganggap nenek bikin-bikin! Ndak ingat cerita Mrk 5:30? Yesus merasa ada tenaga keluar dari dirinya - "greng" tadi - ketika ujung jubahnya dipegang oleh perempuan yang menderita pendarahan kronik 12 tahun? Lihat Luk 8:46 sekalian dah!
 TANYA: Tanpa mengguncang-guncang badan ibu? Jadi yang disebut Matt dan Luc itu ya benar. Demam lantas pergi dan ibu bangun sendiri.
JAWAB: Benar!
TANYA [kepada seorang ahli tafsir]: Yesus tidak mengangkat ibu itu dari posisi tidur. Tapi kok Mark memakai ungkapan "membangunkan"? Matt dan Luc tidak menyebutnya. Perkara kata, tapi bikin penasaran nih.
AHLI: Dalam kisah-kisah penyembuhan waktu itu, ungkapan "membangunkan" memang biasa dipakai dengan arti menyembuhkan, tidak dalam arti harfiah mengangkat. Mark memakainya dalam arti luas ini.
TANYA [kepada ibu mertua Simon lagi]: Sesudah sembuh, ibu lalu "melayani mereka". Apa yang ibu lakukan?
JAWAB: Menyiapkan makan bagi Yesus dan murid-muridnya. Sudah menjelang petang, saat orang makan.
TANYA [kepada ahli tafsir]: Mark dan Luc menyebutkan ibu mertua Simon "melayani mereka", tapi Matt menulis "melayani dia", maksudnya Yesus. Apa perbedaan ini penting?
AHLI: Matt hendak memusatkan pandangan kepada Yesus, sedangkan Mark menceritakan kejadiannya secara umum. Begitu pula Luc.
TANYA: Masih ada satu soal. Luc mencatat, Yesus "membentak pergi" demam itu, begitu dalam teks Yunaninya. Mark dan Matt tidak sejelas itu. Bisa dikomentari perbedaan ini?
AHLI [tersenyum]: Itu cara Luc mengatakan Yesus kini bertindak dengan wibawa ilahi untuk mengeluarkan demam. Luc juga mau menunjuk pada hubungan penyakit dengan kekuatan jahat. Orang-orang waktu mungkin menduga ibu mertua Simon itu tentunya dikerjain orang, kena guna-guna. Dalam Injil, penyembuhan dan pengusiran kekuatan jahat kerap ditampilkan sebagai dua sisi dari satu mata uang. Ini kunci memahami kisah penyembuhan.

MEMBUNGKAM SETAN-SETAN

Setelah menyembuhkan ibu mertua Simon, Yesus dijamu di rumah itu bersama para muridnya. Sementara itu berdatanganlah penduduk ingin menemui Yesus. Petang itu ia menyembuhkan orang dari penyakit dan kerasukan setan. Dalam ay. 34 dikatakan bahwa Yesus tidak memperbolehkan setan-setan berbicara. Alasannya, mereka mengenal Dia. Tulisan Markus ini seperti teka-teki. Setan-setan itu tahu betul siapa Yesus. Mereka dapat menyuarakan pengetahuan mereka, seperti halnya roh jahat yang merasuki orang yang pada pagi hari itu berada sinagoga. Tapi di situ Yesus membentak diam roh tadi. Kini ia juga membungkam setan-setan. Mengapa Yesus tidak membiarkan mereka memperdengarkan kata-kata mereka mengenai dia? Kan yang dikatakan tidak salah. Di sinagoga pagi itu roh jahat mengatakan Yesus itu Yang Kudus dari Allah. Benar. Kenapa tak boleh?
Di satu pihak kekuatan-kekuatan jahat memang tahu betul siapa Yesus itu. Di lain pihak mereka memakai pengetahuan itu bukan untuk meluruskan hidup orang, tapi untuk mengacaukan dan malah untuk menyesatkan. Mereka mulai dengan membisikkan pengetahuan yang benar, tapi pelan-pelan mereka membuat hati orang tertutup pada hal-hal baru yang dibawakan Yesus. Simon Petrus sendiri nanti akan terbawa ke sana dan ia dibentak diam oleh Yesus (Mrk 8:33 Mat 16:23). Yesus hanya akan dipandang sebagai penyembuh dari penyakit dan kerasukan, sebagai guru bijaksana, sebagai orang yang mempesona. Ia menjadi pusat perhatian. Lama kelamaan Injil yang dibawakannya akan dikaburkan oleh ketenarannya dirinya. Inilah yang dimaui oleh roh-roh jahat tadi. Mereka mau memisahkan Yesus dari warta yang dibawakannya. Bila terjadi, Yesus akan menjadi lemah kendati di mata orang ia tampak sukses. Kekuatannya bakal pudar karena ia tidak lagi membawakan Injilnya sendiri, tetapi jadi takabur dan membiarkan diri dipandang sebagai orang besar, tidak lagi menunjukkan kebesaran Kerajaan Bapanya!

BERDOA DALAM KEHENINGAN

Orang-orang menunggu Yesus semalaman. Pada pagi hari berikutnya makin banyak orang lagi berkumpul dan mencari dia. Tetapi Yesus sudah lebih dahulu keluar pergi berdoa di sebuah tempat terpencil. Tempat hening. Ia kiranya tahu betul betapa besar godaan yang kini mengiringi semua tindakan baiknya. Ia tahu tak akan dapat terus tanpa kekuatan dari atas sana. Begitulah ia menjauh dari orang banyak mencari tempat sunyi dan membiarkan diri dibimbing roh yang sejak baptisannya turun ke atasnya. Yesus mencari keheningan agar semakin mampu melihat kehadiran ilahi di dalam kehidupannya. Inilah yang membuatnya tahan menjalankan perutusannya. Inilah yang membuatnya ditakuti kekuatan-kekuatan jahat.Apa arti pagi-pagi benar, ketika hari masih gelap? Mark itu pencerita ulung. Beberapa hal sengaja tak disebut jelas tetapi malah membuat pembaca menemukannya sendiri. Tentunya selama berdoa pagi-pagi benar itu Yesus memandangi fajar menyingsing, melihat matahari mulai menyingkirkan kegelapan. Mark mau mengajak pembaca sampai ke gagasan ini. Yesus saat itu membaca gerak alam, dan itulah doanya. Ia melihat Dia yang memberinya kekuatan bagaikan matahari yang mulai bersinar mengusir kekelaman, perlahan-lahan, tetapi pasti. Bagi Yesus, meluangkan diri mengikuti gerak gerik Yang Ilahi itu mutlak. Gerak gerik yang memberi kelegaan. Itu sumber kekuatannya. Dan kekuatan ini juga bisa diteruskannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Di mana saja.
 Kendala bagi pewarta kedatangan Yesus ialah mengajarkan tentang dia tanpa menerimanya dengan tulus. Akan seperti roh jahat yang menyuarakan pelbagai kebenaran mengenai siapa Yesus tapi tidak menghayatinya. Roh jahat tidak bisa menerima kehadirannya. Karena itu kata-kata mereka kosong. Tak ada bobotnya. Karena itu pewartaan yang tak disertai keakraban dengan yang diwartakan tidak akan memperkaya batin orang. Malah bisa membebani.
Ketika murid-muridnya mendapati dia dan memintanya menemui orang-orang yang sudah menunggu, Yesus malah mengajak para murid pergi ke tempat lain, agar di sana pun Injil diberitakan, agar di tempat-tempat itu pun orang boleh ikut merasa lega. Seperti matahari yang bersinar ke mana-mana, begitulah ia merasa perlu pergi ke tempat-tempat lain membawakan Kabar Gembira, dan mengusir setan, mulai pagi hari setelah Sabat. Seperti pagi hari kebangkitannya nanti!

DARI BACAAN KEDUA: 1Kor 9:16-19;22-23

Dalam 1Kor 9 Paulus berbicara mengenai "kebebasan"-nya. Ia tidak ingin dianggap "rasul" di sebuah komunitas yang menopang hidupnya dan dengan demikian terikat hanya pada lingkungan itu. Ia menegaskan ia ingin bebas mewartakan Injil tanpa terikat pesan sponsor, tanpa terarah kebutuhan tertentu. Pusat perhatiannya ialah pada kabar gembira yang telah dialaminya sendiri dan kini ia sampaikan ke pelbagai orang dengan cara yang  berbeda-beda. Ia ingin berbagi pengalaman batin tadi dengan siapa saja, baik yang terbiasa dengan gagasan-gagasan agama Yahudi maupun dengan orang-orang yang berbeda latar belakangnya. Inilah yang hendak disampaikannya.
Menarik dicamkan, yang mendorong Paulus untuk mewartakan Injil bukanlah keinginannya untuk mempertobatkan orang, melainkan untuk berbagi  pengalaman batin. Pengalaman ini membuatnya tahu apa itu  "selamat", yakni merasa  disapa Tuhan, merasa enak berada di dekat-Nya. Menjadi lega. Inilah yang hendak dibawakannya kepada banyak orang.  Kesaksiannya tidak diukurnya dengan upah yang diterima dari orang-orang  yang mendengarkannya. Ukuran yang dipegangnya ialah kenyataan kabar gembira itu sendiri, artinya, bila ia baru puas bila memang berhasil membuat orang bisa ikut menikmati kelegaan batin, menemukan jalan penyelamatan.Kesaksian  Paulus mengajak orang berpikir lebih jauh. Apa itu mewartakan Injil? Apa intinya? Paulus menunjukkan bahwa mewartakan Injil ialah menginsyafi bagaimana Tuhan memang mau  mendatangi manusia dan menjadikannya semakin utuh. Inilah yang membuat batin lega.

Salam hangat,
A. Gianto



Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Injil Minggu biasa IV/B

Injil Mg Biasa IV/B 1 Feb 2015 (Mrk 1:21-28)


AJARAN YANG BIKIN LEGA

Setelah memanggil murid-murid pertama, Yesus mengawali kegiatannya di Kapernaum dengan mengajar di sebuah tempat ibadat. Orang-orang takjub mendengar pengajarannya. Pada kesempatan itu juga ia mengeluarkan roh jahat dari orang yang kerasukan. Orang banyak mulai bertanya-tanya apa sebenarnya yang sedang terjadi. Dan sejak itu tersiarlah berita tentang dia di seluruh wilayah Galilea. Peristiwa ini dikisahkan dalam Mrk 1:21-28 yang dibacakan pada hari Minggu Biasa IV tahun B. Yesus ditampilkan sebagai tokoh yang dicari-cari, diharapkan, diikuti tapi nanti juga akan dipertanyakan, ditolak, dan bahkan dimusuhi. Pikiran-pikiran yang tersimpan dalam-dalam tak lagi dapat tinggal tersembunyi. Kehadirannya membuat orang semakin merasa perlu jujur pada diri sendiri.
Markus kerap menceritakan pelbagai reaksi orang ketika mendengar pengajaran Yesus tanpa menuliskan apa yang diajarkannya. Ia memang ingin menunjukkan bagaimana Yesus dipandang sebagai guru yang membuat pikiran orang terbuka. Para pendengarnya sudah cukup tahu ajaran-ajaran agama. Yang mereka butuhkan ialah rasa mantap. Pengajaran pokok Yesus sebenarnya sudah ditampilkan Markus dalam Mrk 1:15, yakni bahwa Kerajaan Allah sudah dekat. Dan inilah yang diajarkannya hari itu di sinagoga di Kapernaum. Jadi yang dikatakan orang-orang nanti pada akhir petikan hari ini sebagai "ajaran baru" ialah pewartaan mengenai sudah datangnya Kerajaan Allah tadi. Dan ujud nyata kerajaan ini ialah mulai tersingkirnya kuasa-kuasa jahat.
Kita akan tertarik pada kisah mengenai orang yang kerasukan setan di sinagoga tempat Yesus mengajar hari itu. Markus memang hendak menekankan hubungan antara kegiatan mengajar Yesus dengan pengusiran roh jahat. Lihat Mrk 1:39, Yesus memberitakan Injil di rumah-rumah ibadat di Galilea dan mengusir setan-setan; bandingkan dengan 3:14-15 dan 6:12-13 tentang dua belas rasul yang ditetapkannya untuk memberitakan Injil dan diberinya kuasa mengusir setan. Orang dari zaman itu, juga dari zaman kita sekarang, akan lebih tertarik pada pengusiran roh jahat. Memang Yesus kerap mengusir roh jahat dan menyembuhkan penyakit yang tak bisa ditangani tabib. Tapi sebenarnya Yesus hadir di tengah masyarakat terutama untuk mewartakan hadirnya Kerajaan Allah. Pengusiran roh dan penyembuhan ajaib adalah kelanjutan dari benarnya warta itu, bukan sebaliknya.
Begitulah pada hari itu, di sebuah tempat ibadat, ia mulai mewartakan Kerajaan Allah. Orang-orang datang untuk menjalankan ibadat Sabat dan mendengarkan bacaan dari Taurat dan Para Nabi beserta penjelasannya. Setelah itu mereka juga berbincang-bincang mengenai macam-macam hal. Itulah latar peristiwa yang dikisahkan Injil hari ini. Markus mencatat bagaimana orang-orang takjub mendengar Yesus. Hati mereka tersentuh. Ia dapat menyalurkan kekuatan batin kepada pendengarnya dengan kata-kata pengajarannya.
Hari itu juga ikut datang orang yang kerasukan. Orang dulu percaya bahwa ada roh baik, yakni yang berasal dari Allah, ada roh yang jahat, yang memisahkan diri dari sumbernya, yakni Allah, dan melawannya. Bila kita bahasakan secara sederhana, roh jahat itu kekuatan-kekuatan yang "ndak bener", yang tidak murni, ada sisi-sisi kotornya, tidak bersih. Yang dilakukannya menimbulkan banyak perkara yang ndak bener tadi. Jadi roh jahat ialah kekuatan-kekuatan yang tak teratur. Tapi tetap kuat dan susah dihadapi dan sering membingungkan. Ia mengacaukan tatanan, membuat orang kehilangan pegangan sampai berputar-putar tanpa arah dan menjauh dari tatanan yang diadakan oleh roh baik. Pada zaman Yesus dulu, penyakit aneh-aneh yang tak dapat ditangani tabib sering dipandang sebagai akibat kerasukan. Orang yang demikian ini biasanya disendirikan. Kalau di Jawa dulu dipasung. Mereka tidak dibiarkan mengikuti macam-macam kegiatan di masyarakat, termasuk datang ke tempat ibadat. Kita akan bertanya, lho orang yang kerasukan kali ini kok ada di sinagoga. Tidak biasa. Bisa jadi memang belum diketahui bahwa orang tadi kerasukan. Ia boleh jadi termasuk orang baik-baik di Kapernaum. Mungkin ia sudah sedikit aneh, rada mejenun, tapi masih bisa ditolerir.
Orang tadi – yang belum diketahui bahwa kerasukan – ikut datang mendengarkan warta Yesus. Tentunya warta Kerajaan Allah sudah dekat, bertobatlah, dan percayalah kepada Injil seperti tertulis dalam Mrk 1:15. Apa yang terjadi? Roh jahat yang bersembunyi di dalam diri orang tadi tak tahan mendengar semua itu. Ia berteriak, memakai mulut orang yang malang itu. Tak tahan berada di dekat kehadiran dia yang membawakan keilahian. Kini ada pembicaraan antara roh jahat dan Yesus. Boleh dicatat, bagi Yesus berhadapan dengan roh jahat bukan barang baru. Beberapa waktu sebelumnya, selama 40 hari, ia disertai roh baik dan malaikat berada bersama dengan macam-macam kekuatan gelap dan mengenali gerak gerik mereka (Mrk 1:12-13).
Roh jahat itu meneriakkan tiga kalimat keras. Yang pertama bernada umpatan, "Apa urusanmu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret!". Ia merasa terganggu oleh kehadiran Yesus. Merasa dirusuhi. Marah. Kenapa tidak ngurus daganganmu sendiri, begitu jalan pikirannya. Ia mengira Yesus sama seperti dia, mencari pengaruh, memasarkan komoditi perkara batin dan kekuatan-kekuatan supernatural. Yang kedua, roh jahat mulai merasa terancam, "Apakah engkau datang untuk membinasakan kami?" Akhirnya ia malah menggertak bahwa ia kenal siapa dia, yakni "Yang Kudus dari Allah." Mengatakan aku kenal siapa kamu kerap bisa membuat orang jadi rada "groggy". Ada hal-hal yang disembunyikan yang diketahui! Tapi benar juga bahwa kekuatan jahat betul-betul mengenal apa dan siapa yang ada di situ. Ada wilayah suci yang tak memungkinkan roh jahat bergerak. Dan wilayah itu ada pada "orang dari Nazaret" ini. Keunggulannya jelas dirasakan. Itulah yang disaksikan orang-orang waktu itu dan diberitakan kepada kita sekarang. Mereka makin bertanya-tanya, lalu siapa sebetulnya dia yang diakui kewibawaannya bahkan oleh kawanan roh jahat yang memakai kata "kami" itu. Jadi roh-roh seperti itu merasa terancam dan gentar di hadapan orang Nazaret yang sedemikian dekat dengan Allah yang Mahasuci.
Yesus menghardik dan menyuruh Roh itu diam. Kerasukan kerap berujud sebagai pergi datangnya suara-suara yang tak keruan, yang mengacaukan dan menakutkan. Kata-kata roh kepada Yesus itu kedengarannya biasa saja, tapi sebenarnya amat mengacaukan. Suara-suara itu mau membuat Yesus pergi tanpa mencampuri urusan ini. Mereka mau agar ia tidak menanggung risiko dicurigai berkawan dengan kaum roh seperti itu. Juga diteriakkan apa ia mau menghabisi. Yesus tidak membinasakan roh jahat. Tindakan ini bukan urusannya. Itu urusan Allah Yang Maha Kuasa. Yesus mengeluarkan roh dari dalam diri orang yang kerasukan yang mau mendekat kepadanya. Bahkan boleh dikatakan, roh yang menjahati itu masih diberi kesempatan untuk tidak menjahati lagi dan menemukan kembali asalnya yang sejati.
Sebelum dikeluarkan, roh tadi masih berusaha membingungkan Yesus dan mungkin orang-orang lain dengan gelar "Yang Kudus dari Allah". Ia mau membuat Yesus mulai takabur, merasa besar, dan mulai merasa diri sama dengan Yang Maha Kuasa sendiri. Tadi roh jahat sudah berteriak apa Yesus itu mau "membinasakan kami" – hal yang hanya bisa dilakukan Allah Maha Kuasa sendiri. Maklum gelar "Yang Kudus" itu dalam kesadaran orang dulu dikenakan kepada Allah sendiri, lihat Yes 40:25 dan 57:15, atau kepada imam Harun yang dipilih Allah untuk berkurban bagi umat seperti Mzm 106:16, atau kepada nabi besar Elisya dalam 2Raj 4:9. Yesus hendak dibuat merasa seperti orang-orang besar itu, bahkan seperti Allah sendiri! Karena itulah Yesus menyuruh roh tadi diam. Lihat betapa pintarnya roh jahat. Mengakui kalah tapi sekaligus mau menanamkan benih ketakaburan yang bakal menjatuhkannya! Tetapi Yesus tetap pada jalannya: ia menyuruh roh itu keluar dari diri orang malang tadi.
Reaksi orang-orang dicatat Markus dalam 1:27. Terjemahan LAI berbunyi, "Apa ini? Suatu ajaran baru disertai dengan kuasa! Ia memberi perintah kepada roh-roh ....". Memang teks aslinya digemakan. Tetapi naskah-naskah tua tidak memakai tanda baca sehingga dapat pula dimengerti dan diterjemahkan sebagai berikut: "Apa ini? Suatu ajaran baru! Disertai dengan kuasa ia memberi perintah kepada roh-roh..." Apa yang hendak dijelaskan Markus dengan ungkapan "disertai dengan kuasa" itu? Ajarannya yang didengar orang banyak atau perintahnya kepada roh-roh? Kedua terjemahan tadi sama cocoknya dengan teks asli. Bila demikian, kiranya Markus hendak menyampaikan bahwa ajaran Yesus dan tindakan mengeluarkan roh jahat berhubungan erat satu sama lain. Kedua-duanya "disertai dengan kuasa". Bacaan ganda ini juga termasuk makna teksnya.
Injil Markus mengajak kita mendekat kepada pribadi Yesus. Bukan kepada sekumpulan ajaran belaka. Keterpukauan orang-orang yang mengenal Yesus itu disampaikan kepada kita supaya kita berani datang mendekat dan mendengarkannya. Markus juga hendak membuat kita melihat bahwa dalam memberi pengajaran, Yesus juga menyingkirkan pengaruh roh jahat yang mengancam kita. Inilah kebesarannya. Inilah kuasanya. Dan kita diajak mendekat padanya.

DARI BACAAN KEDUA (1Kor 7:32-35)

Guna memahami arah umum petikan kali ini, lihat ulasan mengenai 1Kor 7:29-31 dari minggu yang lalu. Kali ini, dalam bagian selanjutnya Paulus mengajak umat Korintus memusatkan perhatian pada Tuhan. Ini akan memberi ketenteraman batin. Seperti yang diutarakan dalam Injil kali, orang diajak mendekat kepada Yesus, membiarkan diri terpukau olehnya.
Dalam petikan surat Paulus kali ini bisa jadi ada rumusan yang bila dibaca lepas dari  konteksnya akan terasa aneh. Paulus membandingkan orang yang berkeluarga dengan yang tidak seakan-akan untuk menekankan yang tak berkeluarga lebih baik karena orang seperti itu bisa mencurahkan perhatian kepada Tuhan dengan sepenuhnya. Tapi tafsiran semacam itu tidak banyak membantu selain juga tidak cocok dengan maksud tulisan itu sendiri. Seperti dikemukakan dalam ulasan minggu lalu mengenai bagian sebelum ini, Paulus justru bermaksud mengajak orang  berkepala  dingin terhadap kecenderungan bermatiraga berlebihan. Kali ini pula, pernyataannya bukan dimaksud mengajak orang memilih hidup sendirian agar bisa lebih memusatkan batin  pada Tuhan. Bukan ini arahnya. Jelas-jelas dikatakannya pada akhir petikan (1Kor 7:35), "Semua ini  kukatakan  untuk  kepentingan kamu sendiri, bukan untuk menghalang-halangi kamu, sebaliknya supaya kamu melakukan yang patut, dan melayani Tuhan tanpa gangguan." 
Paulus menyarankan agar orang mendapatkan ketenteraman batin. Urusan duniawi, termasuk urusan keluarga, memang  dapat membebani. Ini kondisi manusia dan nyata. Tak bisa dielakkan. Tapi bisa dihadapi dengan menemukan pegangan di tengah-tengah itu semua. Menurut Paulus, dengan memusatkan perhatian pada Tuhan, maka kehidupan duniawi malah bakal dapat dihadapi  dengan tenang.

Salam hangat,A. Gianto


Website :
http://pds-artikel.blogspot.com