Tuesday, 23 December 2014

Pesta Keluarga Kudus

Pesta Keluarga Kudus 28 Desember 2014 (Luk 2:22-40)


                 KELUARGA KUDUS DAN YERUSALEM SEJATI


Rekan-rekan yang budiman!
Pada Pesta Keluarga Kudus kali ini diceritakan bagaimana Yesus yang masih orok dibawa ke Bait Allah di Yerusalem untuk dipersembahkan kepada Tuhan menurut hukum Musa seperti termaktub dalam Kel 13:2,12 (juga lihat Im 12:6-8). Di tempat suci itu juga datang Simeon, orang yang hidupnya lurus dan saleh, dan batinnya sangat merindukan mengalami kehadiran ilahi. Ia orang yang dinaungi Roh Kudus yang menguatkannya dengan pengharapan bahwa ia tidak akan meninggal sebelum melihat Sang Terurapi datang. Ketika mendapati orang tua Yesus membawanya ke Bait, Simeon pun menyambutnya lalu mengucapkan pujian bagi Allah. Diberkatinyalah anak itu lalu ia pun bernubuat bahwa anak tadi akan menentukan jatuh serta bangunnya banyak orang di Israel dan menjadi tanda perbantahan - supaya menjadi nyata isi pikiran orang banyak. Dalam kaitan ini juga dikatakan oleh Simeon bahwa batin Maria - "jiwamu sendiri" - akan ditembus pedang. Apa artinya akan kita dekati. Di Bait Allah ada pula ketika itu seorang perempuan nabi yang besar ibadahnya, tekun puasa dan doanya. Namanya Hana. Ia juga mengucap pujian kepada Allah serta menegaskan bahwa anak yang dipersembahkan ke Bait Allah ini ialah yang dinanti-nantikan orang banyak bagi merdekanya Yerusalem. Itulah kejadian-kejadian luar biasa yang diceritakan Lukas mengenai keluarga kudus yang kemudian pulang dan hidup di Nazaret seperti orang biasa. Apa yang dapat dipetik dari peristiwa ini?

SIMEON DAN HANA
Injil Lukas menampilkan kejadian-kejadian setelah kelahiran Yesus lewat orang-orang yang berjumpa dengan keluarga kecil yang masih ada di dekat Yerusalem. Kini dua tokoh ditampilkan, Simeon dan Hana. Mereka berdua mendapatkan pengalaman yang luar biasa: menyaksikan bagaimana Yang Maha Kuasa kini memenuhi harapan orang-orang yang dekat pada-Nya.

Dalam Injil Lukas, Simeon mewakili orang-orang saleh yang pada zaman itu menantikan kedatangan seorang Mesias yang akan mengawali zaman baru. Walaupun mereka orang-orang yang teguh beriman, tetap batin mereka digundahkan dengan pertanyaan kapankah Yang Maha Kuasa akan sungguh mengirim orang yang ditugasi-Nya membawa umat di jalan yang benar. Orang-orang seperti inilah yang dibimbing oleh kebijaksanaan dan kekuatan ilahi - dalam bahasa Lukas ialah Roh Kudus (ay. 25-26) - sampai sungguh mendapati yang mereka dambakan. Mereka ini orang-orang Perjanjian Lama yang beruntung menemukan jawaban bagi harapan mereka. Kidung Simeon (ay. 29-32) berisi pujian yang juga meringkaskan pengalaman seperti ini. Kelegaan batin kini melapangkan penglihatan orang-orang seperti Simeon. Ia dapat melihat datangnya penyelamatan yang disediakan bagi siapa saja, bukan hanya bagi umat terpilih. Para pembaca Injil Lukas dahulu segera akan menangkap warta bagian itu, yakni imbauan untuk ikut serta dalam pengalaman Simeon dan,berbagi warisan iman dengan siapa saja, dengan cara yang leluasa dan batin yang merdeka.

Orang yang kedua yang ditampilkan Lukas ialah Hana. Perempuan saleh ini ialah orang yang berhasil ikut serta dalam pengalaman Simeon tadi. Hana menjumpai Yesus yang sedang dipersembahkan ke Bait Allah dan yang ditegaskan oleh Simeon sebagai pemenuhan harapan orang banyak. Hana ikut paham dan lebih dari sekadar bergembira, ia pun "berbicara tenang anak itu - yakni Yesus - kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem" (ay. 38).

KEHADIRAN ILAHI DI "YERUSALEM"
Dikatakan pada pembukaan petikan kali ini, ay. 22, bahwa Yesus dibawa ke Yerusalem untuk dipersembahkan kepada Tuhan. Nama kota itu di situ dieja oleh Lukas sebagai "Hierosolyma", yakni kota suci sejauh menerima kehadiran ilahi dengan tulus dan bakal berlangsung terus dalam batin orang-orang yang mengenali-Nya. Ketika menampilkan tokoh Simeon dalam ay. 25, Lukas menyebut "Adalah di Yerusalem seorang yang bernama...". Di sini nama kota itu dieja sebagai "Ierousaleem". Dalam Injil Lukas, bila ditulis demikian, kota itu ditampilkan sebagai pusat ibadat, tapi sebetulnya tidak lagi menjadi tempat kehadiran-Nya yang jelas dan nyata. Tempat seperti ini akan ditinggalkan dan akan digantikan dengan tempat ibadah batin yang sungguh yang dikenali oleh keluarga kudus tadi, yakni Hierosolyma. Mengapa Simeon diperkenalkan sebagai orang yang berada di Ierousaleem, yang bukan tempat hadirnya Yang Ilahi yang sesungguhnya? Justru inilah maksud Lukas. Ada orang-orang seperti Simeon yang hidup dalam adat agama yang tidak memberi ketenteraman yang sungguh, tetapi orang-orang seperti dia masih berkepekaan mengenali kembali di mana sesungguhnya Tuhan. Dan baiklah kita ikuti cara Lukas menguraikan perkara pelik tapi nyata ini. Simeon kemudian menyambut Yesus yang masih orok yang dibawa orang tuanya ke Hierosolyma - ke Yerusalem yang sesungguhnya. Boleh dikatakan, berkat kepekaan keluarga kudus akan kehadiran ilahi inilah maka Simeon sampai juga ke Hierosolyma meski masih ada di Ierousaleem! Inilah karya penyelamatan yang hebat yang terjadi lewat keluarga kudus itu. Oleh karena itu segera Simeon kini mendapati diri melihat kenyataan baru dan memuji kebesaran ilahi. Sudah cukup baginya, kini ia ikut dalam Hierosolyma yang didatangi keluarga kudus.

Begitu pula Hana, setelah ia juga mengenali Yesus, dikatakan Lukas bahwa Hana pun mengucap syukur dan berbicara tentang Yesus kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem (ay. 38). Di situ nama kota itu tertulis sebagai Ierousaleem. Jelas hendak dikatakan, di situ banyak orang yang menantikan kehadiran Tuhan yang makin terasa jauh, tapi pada saat itu justru ada orang seperti Hana yang telah melihat di mana sesungguhnya Ia hadir, bukan lagi di Ierousaleem, melainkan di Hierosolyma, dan kini Hana berbagi pengalaman batin dengan orang-orang itu. Inilah kelepasan - penyelamatan- yang sungguh, yang meluas lewat orang-orang yang memang telah mengalaminya!

KEHADIRAN YANG MEMILAH-MILAH
Kebesaran ilahi tidak pilih-pilih, tetapi memilah-milah. Ketika mengucapkan berkat bagi Yesus, Simeon juga mengatakan kepada Maria bahwa anak ini akan menentukan jatuh dan bangkitnya banyak orang di Israel dan menjadi tanda perbantahan agar menjadi nyata pikiran hati banyak orang (ay. 34-35). Kini saatnya, seperti digambarkan di atas, mana Ierosaleem, mana Hierosolyma, meski di luar tampak sama, tapi keduanya amat berbeda. Kini akan jelas siapa yang menerima penyelamatan, siapa yang menjauh dan belum dapat mendekat ke sana. Yesus memang menjadi tanda kehadiran ilahi yang menimbulkan perbantahan, dari saat itu hingga sekarang juga. Namun ia makin dikenal orang-orang yang peka yang makin berada di Hierosolyma - di wahana batin yang leluasa.

Dalam hubungan ini Simeon juga mengatakan kepada Maria bahwa "pedang akan menembus jiwamu sendiri". Kerap pernyataan ini dimengerti sebagai nubuat bahwa Maria akan mengalami penderitaan, seperti nanti ketika menyaksikan kesengsaraan dan wafat Yesus. Meski menarik, penjelasan seperti ini meleset dan tidak banyak faedahnya. Memang tak bisa disangkal nanti Maria ikut menderita, tapi ibu mana yang tidak? Dan kenyataan ini bila dikatakan malah tidak membuat perkataan itu berbobot. Maksud kata-kata Simeon lain. Pedang ialah lambang ketajaman. Dan ketajaman yang dimaksud ialah ketajaman Sabda Ilahi sendiri. Maria. Dari ay. 33 jelas bahwa Yusuf dan Maria tidak langsung memahami ungkapan kegembiraan Simeon dalam ay. 29-32 (Kidung Benediktus). Mereka heran akan segala yang dikatakan tentang Yesus yang mereka bawa ke Bait Allah. Kata-kata Simeon kepada Maria mengenai pedang tadi sebetulnya menjadi penegasan bahwa nanti semuanya akan jelas karena tajamnya Sabda akan menembus ketidakpahaman yang masih ada dalam diri Maria. Dan demikian ia akan makin dekat dan bersatu dengan kenyataan Sabda tadi. Akan jelas pula bagi banyak orang mana yang sesungguhnya mana yang semu. Orang akan mengalami seperti yang dialami Simeon, dan Hana.

MENERAPKAN WARTA?
Dalam kehidupan beragama ada banyak sisi. Ada sisi yang menarik, ada sisi yang menyeramkan. Kehadiran ilahi pun kerap digambarkan dalam dua kutub itu. Tapi kenyataan tidak selesai di situ saja. Ada orang-orang yang dapat dan berani melangkah mengarah lebih jauh dan berhasil menemukan inti apa itu percaya, apa itu dekat dengan Penyelamat, tapi juga menyadari masih ada di sini, masih berpijak di bumi dengan pelbagai kenyataan yang bisa membingungkan dan mengecewakan. Lukas akan mengatakan ada orang-orang yang di Ierousaleem yang berani mengarahkan diri ke Hierosolyma. Bukan itu saja, Lukas menampilkan tokoh-tokoh nyata. Pertama, keluarga kudus sendiri yang mengarah ke Hierosolyma untuk menjalankan ketetapan hukum Musa. Mereka digambarkan sebagai yang tetap dalam jalur "agama" tetapi berhasil menemukan inti kerohanian yang membimbing batin mereka. Begitu pula Simeon, demikian juga Hana. Kisah ini ditampilkan Injil sebagai ajakan untuk bernalar bagi banyak orang, juga pada zaman ini. Manakah arah-arah yang sungguh memberikan ketenteraman batin dalam beragama, manakah kecenderungan-kecenderungan dalam agama yang sebaiknya dimurnikan.

Juga diwartakan dalam Injil kali ini, orang tidak hanya didorong untuk mencari jalan orang yang benar, tetapi ditegaskan pula, seperti pada Simeon, Roh Kudus menaungi dan menguatkan. Ini sisi warta yang bisa semakin didalami. Naungan serta kekuatan rohani inilah yang patut dibiarkan leluasa membawa orang ke sana!

Tambahan. Bacaan kedua (Ibr 11:8. 11-12. 17-19) berisi pujian bagi iman Abraham, bapa semua kaum beriman dari pelbagai agama dan kepercayaan. Iman membawanya menemukan tempat yang sejati, memberi keturunan besar dan menjadi kekuatan batin. Keteguhan seperti ini rahasianya: membiarkan diri leluasa dibimbing Tuhan!

Salam hangat,
A. Gianto


Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Tuesday, 16 December 2014

Minggu Advent IV/B

Inj MgAdven IV/B 21 Des 2014 (Luk 1:26-38)


Rekan-rekan yang budiman!
Dikisahkan dalam Luk 1:26-38 (Injil Minggu Adven IV tahun B) bagaimana malaikat Gabriel diutus ke sebuah kota kecil di Galilea - di sebelah utara Tanah Suci - kepada Maria yang diperkenalkan dalam Injil sebagai "perawan yang bertunangan dengan seorang yang bernama Yusuf dari keluarga Daud". Setelah mengucapkan salam damai, Gabriel memberitakan bahwa seorang anak lelaki akan lahir dari Maria, dan hendaknya ia dinamai Yesus. Ia akan menjadi besar dan dinamakan Anak Allah Yang Maha Tinggi dan akan dikaruniai kekuasaan tanpa akhir. Bagaimana ini mungkin, ia kan belum bersuami? Tak ada yang mustahil bagi Allah, Gabriel menjelaskan, Elisabet yang sudah lanjut usia pun kini sudah enam bulan mengandung. Yang terjadi sekarang lebih besar. Anak yang akan dilahirkan Maria itu akan disebut kudus, Anak Allah, karena Maria akan dinaungi kuasa Allah dan Roh Kudus akan turun ke atas dirinya.

SAAT-SAAT YANG MENENTUKAN

Marilah sejenak berhenti pada ay. 27 sebelum mendengarkan jawaban Maria nanti. Dapat kita rasa-rasakan, inilah saat-saat yang paling menegangkan dalam seluruh peristiwa itu. Memang kita tahu apa jawaban Maria. Juga orang dulu sudah tahu. Ia mengucapkan kesediaannya dengan tulus (Luk 1:38 "Sesungguhnya aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."). Tapi marilah bayangkan, apa yang bisa terjadi seandainya malaikat Gabriel datang ke pada orang lain? Atau, bagaimana seandainya jawaban Maria bukan seperti itu? Tentu kelanjutan kisah ini amat berbeda. Tetapi juga tak akan ada cerita kunjungan Gabriel, dan Injil pun takkan pernah ditulis. Seluruh warta Injili yang kita kenal sekarang sebenarnya berawal sebagai kelanjutan kisah ini. Bahkan sejarah kemanusiaan setelah itu akan amat berbeda. Memang semua "andaikata" di atas itu tidak ada dasarnya samasekali. Tetapi cara itu membantu untuk menyadari bahwa yang terjadi di Nazaret dua ribu tahun silam itu bukan perkara yang biasa-biasa saja. Dari saat itu kemanusiaan mengambil arah baru sampai ke zaman ini. Juga Yang Ilahi masuk ke dalam kemanusiaan dan belajar merasakan apa itu menderita, apa itu bergembira, apa itu bergaul dengan orang lain, apa itu "dulu", "kini" dan "nanti", pendek kata, bisa menyelami bagaimana hidup sebagai manusia yang katanya semula diciptakan-Nya sebagai gambar dan rupa-Nya. Kalau gambar ini belum sepenuhnya cocok, kini Ia boleh mencoba memperbaikinya sendiri dan bukan asal menuntut. Dan semua ini karena seorang gadis di Nazaret itu? Mari kita lihat dari dekat siapa Maria dalam kisah Lukas ini.

MARIA

Mengapa Lukas menyebutkan dengan lengkap bahwa malaikat Gabriel datang kepada "seorang perawan yang bertunangan dengan seorang yang bernama Yusuf dari keluarga Daud. Nama perawan itu Maria." (ay. 27)? Boleh jadi ia merasa perlu menampilkan profil Maria sebagai tunangan Yusuf, orang keturunan Daud. Dengan demikian bagi pembaca zaman dulu jelas bahwa berkat kedua orang itulah nanti Yesus menjadi keturunan Daud dan dengan demikian memang berhak mendapat kepenuhan janji Tuhan kepada nenek moyang dahulu. Hal ini akan ditegaskan kembali dalam silsilah Yesus, lihat Luk 3:23-38, khususnya ay. 31. Dengan menyebut Maria dalam kedudukan ini, Lukas ingin mengajak pembaca melihat bahwa Gabriel memang diutus mendatangi seorang yang memungkinkan Yesus nanti lahir dalam garis keturunan Daud. Ini yang pokok.
Maria kemudian berkata, bagaimana mungkin ini terjadi, karena ia "belum bersuami" (ay. 34). Tidak usah kita sangkal bahwa waktu itu Maria memang masih berpikir dalam ukuran-ukuran yang tidak dipakai Gabriel, atau lebih tepat, oleh Dia yang mengutusnya. Dan Gabriel pun akan meluruskan pemikiran Maria. Keterbukaan Maria untuk menerima penjelasan, itulah yang menjadi kekuatannya. Bukan kesediaan buta mengatakan aku ini cuma hamba dan menurut saja. Bila hanya itu maka pernyataan dalam ay. 38 tidak akan bertahan lama. Tak bakal Maria berani menyimpan dalam hati kata-kata Simeon (Luk 2:35) nanti mengenai pedang yang akan menembus dirinya sendiri ("jiwamu") sendiri "supaya nyata pikiran hati orang banyak." Maksudnya, Maria akan memperoleh pemahaman batin yang mendalam – bagai ditembus pedang – juga dengan rasa nyeri dan dengan demikian bisa memahami pula pemikiran orang banyak. Tentunya bukan untuk asal mengetahui, melainkan membantu sebisanya. Selanjutnya, bila kesediaan Maria itu hanya sebatas antusiasme sesaat saja, ia takkan dapat menimbang-nimbang terus apa maksud kata-kata Yesus kecil yang diketemukan kembali di Bait Allah (Luk 2:51). Di situ Yesus berkata, "...bukankah ia harus berada dalam rumah Bapaku?", maksudnya, memikirkan urusan Allah yang semakin bisa dialami sebagai Bapa itu. Memang arti kata-kata itu masih gelap. Tetapi Maria tetap menyimpannya dalam hati, memikir-mikirkan, tidak mendiamkannya begitu saja. Jawaban dalam Luk 1:38 itu dalam bahasa sekarang akan disebut komitmen terhadap Allah. Ikut mengusahakan agar yang dikerjakan-Nya bisa berhasil. Dan dalam pandangan penginjil, ini dijalankannya dengan menerima kehadiran Roh Kudus di dalam dirinya. Kehadiran itu nanti mengambil ujud sebagai anak yang namanya sudah diberikan dari atas, seperti dikatakan Gabriel (ay. 31), yakni Yesus, harfiahnya "Tuhan itu jaya", pertanda ia menjadi penyelamat.

KEJUTAN

Siapa yang tidak terkejut bila tiba-tiba didatangi malaikat? Dan bukan sebarang malaikat, melainkan Gabriel – pembawa berita ilahi yang namanya saja sudah menggetarkan: "Allah itu Perkasa". Imam yang bukan sebarangan imam seperti Zakharia tak terkecuali. Dan itu terjadi di Bait Allah, tempat yang paling wajar bagi malaikat menampakkan diri dan menyampaikan berita dari atas sana. Dan toh pengalaman ini mengejutkan baginya. Lebih lanjut seperti diceritakan Lukas, Zakharia "...terkejut dan menjadi takut" (Luk 1:12). Bagaimana dengan Maria? Ia juga terkejut. Lukas mencatat bahwa setelah mendengar salam damai dari Gabriel, "Maria terkejut ... , lalu bertanya di dalam hatinya, apakah arti salam itu." Tidak sama dengan Zakharia, yang ketika terkejut malah melingkar ketakutan dan hanya melihat kesulitan belaka. Kali ini Gabriel berhadapan dengan seorang gadis yang meskipun terguncang batinnya tetap berpijak di bumi dengan dua kaki. Ia berani bertanya pada diri sendiri, memikirkan apa gerangan yang hendak disampaikan malaikat Allah Perkasa – Gabriel – yang menggetarkan itu? Dan kita patut berterima kasih kepada Lukas yang menjajarkan dua reaksi yang berbeda itu dalam bentuk kisah dan membantu kita semakin mengerti apa yang sebetulnya terjadi. Terkejut memang bagian dari diri kita, tetapi tak usah kita biarkan menjadi rasa takut. Lebih positif bila diolah menjadi pemikiran proaktif, seperti gadis pemberani dari Nazaret itu.
Maria mulai memikirkan dan mencari makna kata-kata sang malaikat. Dan kita tahu kehidupannya memang kehidupan menemukan arti salam damai Gabriel kepadanya sekalipun tak selalu gampang jalannya bahkan ada banyak penderitaan. Dan kemauannya memahami kedatangan Yang Ilahi kepadanya itu menjadi kekuatannya. Boleh kita bayangkan bahwa Yesus nanti akan banyak belajar dari seorang ibu seperti itu. Dengan caranya yang khas dan halus Lukas juga menyebutkannya. Setelah mengatakan bahwa Yesus tetap hidup dalam asuhan orang tuanya dikatakannya (Luk 2: 52) bahwa Yesus - yang waktu itu berumur 12 tahun - "makin dewasa dan bertambah hikmatnya dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia".

WARTA

Kepada Maria malaikat Gabriel berkata "Jangan takut...". Kata-kata ini juga pernah ditujukannya bagi Zakharia. Tapi kepadanya ditambahkan, "sebab doamu telah dikabulkan" (Luk 1:13; tentunya keinginan Zakharia mendapat keturunan). Tetapi kepada Maria dijelaskan, "sebab engkau beroleh anugerah di hadapan Allah." Gabriel mengajar Maria agar semakin berani hidup menurut jalan yang tak tersangka-sangka tapi bukan asal-asalan. Dengan demikian Maria akan menemukan anugerah "yang ada di hadapan Allah", yakni pemberian yang diperhatikan Allah sendiri, yang menjadi kesayangan-Nya sendiri. Seakan-akan belum cukup. Gabriel menambahkan bahwa wujudnya ialah anak lelaki dan yang namanya sudah ditentukan dari sana, yakni Yesus. Kini semua jadi lebih jelas. Karena berada di hadapan Allah, maka sang anugerah itu juga akan menjadi besar dan dikenal sebagai Anak Allah Yang Maha Tinggi, artinya orang yang amat dekat dengan-Nya. Gabriel, kendati penampakannya yang menggentarkan, ialah kekuatan yang dapat membimbing di jalan kehidupan. Sejak saat itu Maria hidup menyongsong kelahiran Dia yang bakal datang dalam ujud manusia. Maria adalah "adven" yang hidup.
Uraian Lukas mengenai kedatangan Gabriel kepada Maria bisa dipakai untuk membaca kembali pengalaman hidup kita masing-masing. Kehadiran yang sering membuat terkejut itu juga dapat membuat kita makin menyadari dan mendekat kepada Yang Ilahi sendiri - tentunya bila kita mau mencari tahu dan menyelami artinya. Seperti Maria.

DARI BACAAN KEDUA (Rm 16:25-27): MEMUJI KEILAHIAN

Bacaan kedua dipungut dari penutupan surat Paulus kepada umat di Roma dan yang  berisi pujian akan Allah. Para ahli teks umumnya berpendapat bahwa bagian ini tidak termasuk surat kepada umat di Roma , tapi disertakan di situ kemudian setelah surat itu berulang kali dibacakan. Ketika surat itu semakin dikenal di kalangan umat di tempat-tempat lain, bagian penutupan tadi diterima menjadi bagian resmi dari surat ini dan wartanya termasuk khazanah iman umat awal pula.
Pada dasarnya ditegaskan bagaimana Allah telah memenuhi janji-Nya, dan bagaimana Yesus Kristus – yang telah mulai diimani umat – ialah kenyataan yang berabad-abad sebelumnya diwahyukan Allah dalam Kitab Suci. Ini warta bagi mereka yang mengenal KS hingga saat itu, yakni orang-orang Yahudi. Dengan demikian Yesus Kristus menjadi kehadiran ilahi di tengah-tengah kemanusiaan. Penegasan ini didasarkan pada pengalaman iman yang ditekuni dalam doa dan disertai kesediaan menerima Kabar Gembira. Dalam Yesus Kristus-lah umat manusia bisa rujuk kembali dengan Yang Ilahi, entah mereka yang mengenal Allah dalam KS atau mereka yang berasal dari kalangan lebih luas.
Bagi orang zaman ini, kepercayaan yang termaktub dalam penutupan surat ini bisa jadi arahan batin. Kemanusian yang sejati ialah yang mau mengarah ke kehadiran Yang Ilahi, betapa jauhnya kini terasa.

Salam hangat,
A. Gianto



Website :
http://pds-artikel.blogspot.com

Monday, 8 December 2014

Adven III B

Injil Minggu Adven III/B ( Yoh 1:6-8;19-28)

KESAKSIAN YOHANES

Rekan-rekan yang budiman!
Seperti hari Minggu yang lalu, kali ini Injil Minggu Adven III/B ( Yoh 1:6-8;19-28) juga  hampir seluruhnya berbicara mengenai Yohanes Pembaptis. Tapi yang sekarang ditonjolkan ialah kesaksiannya. Pertama-tama ia ditampilkan sebagai yang diutus Yang Maha Kuasa untuk menjadi saksi bagi sang "terang" walaupun ia bukan terang itu sendiri (ay. 6-8). Kemudian kepada orang-orang yang datang kepadanya Yohanes menegaskan bahwa dirinya bukan Mesias, bukan Elia, bukan nabi, melainkan orang yang berseru-seru di padang gurun menghimbau agar jalan bagi Tuhan diluruskan (ay. 19-23). Ia membaptis dengan air untuk membantu orang mengungkapkan niatan untuk hidup bersih menyongsong dia yang akan datang. Yohanes juga tegas-tegas menyatakan dirinya tak pantas melepas tali sandal dia yang bakal datang ini (ay. 27). Seperti diuraikan Minggu lalu, ungkapan ini berarti Yohanes merasa tidak patut menjalankan urusan yang menjadi hak dia yang akan datang itu.

MENUMBUHKAN HARAPAN
Yohanes Pembaptis memang sudah sedemikian dikenal sebelum orang mulai mendengar tentang Yesus. Banyak orang datang kepadanya karena warta serta tindakannya amat komunikatif bagi orang-orang pada zaman itu. Maklum, suasana di tanah suci waktu itu terasa semakin tak menentu. Zaman edan. Ada krisis identitas nasional. Ajaran nenek moyang bahwa mereka bangsa terpilih makin menjauh dari kenyataan sehari-hari. Juga tak banyak hasilnya usaha menyegarkan kembali kepercayaan itu. Kata-kata para nabi terdengar makin lirih, makin jauh. Sepi. Orang makin kecewa, apatis. Orang merasa semakin menjadi mangsa kekuatan-kekuatan yang menghimpit cita-cita mereka sebagai umat Tuhan. Harapan satu-satunya yang masih memberi mereka pandangan ke depan ialah Mesias yang bakal datang. Yang Terurapi, utusan Yang Maha Kuasa akan datang untuk memimpin mereka. Kedatangannya juga akan mengakhiri zaman ini dan mengawali era baru. Itulah saatnya bangsa terpilih akan dipimpin sang Mesias baru ini ke dalam Tanah Terjanji surgawi. Mereka yang tidak ada bersama mereka akan binasa bersamaan dengan kiamat. Begitulah ringkasnya alam pikiran yang kerap pula disebut "mesianisme apokaliptik".
Ada orang-orang yang mulai menjalani hidup bertapa menyepi di padang gurun. Beberapa tulisan dari masa itu menyebut mereka kaum Esseni. Banyak dari mereka yang hidup di pertapaan sekitar Laut Mati. Salah satu di antaranya ialah komunitas Qumran yang dikenal kembali dari penemuan arkeologi sejak tahun 1947. Mereka hidup menantikan Mesias dan mengusahakan diri agar siap menghadapi bagi peristiwa besar yang bakal datang itu. Yohanes Pembaptis ada dalam gerakan kerohanian ini walau ia tidak memutuskan hubungan dengan dunia luar. Ia malah membantu banyak orang agar semakin dapat memusatkan perhatian kepada yang mereka nanti-nantikan itu.

MENANTIKAN SANG MESIAS
Dalam tradisi Perjanjian Lama ada kepercayaan bahwa nabi besar Elia, yang dalam 2Raj 2:1-18 diceritakan diangkat naik ke surga, akan datang kembali. Ada pula anggapan, seperti tercermin dalam Mal 4:5, bahwa kedatangan Elia kembali nanti itu menandai akhir zaman yang diawali oleh Mesias segera tiba. Dalam Mrk 1:6 dan Mat 3:4, Yohanes digambarkan berpakaian jubah bulu dan ikat pinggang kulit, mirip dengan cara berpakaian Elia yang disebutkan 2Raj 1:8. Memang Yohanes Pembaptis sering dianggap Elia yang kini telah kembali ke dunia. Pandangan ini kiranya hidup di dalam umat Injil Sinoptik (Mrk, Mat dan Luk). Injil Yohanes lain. Di situ sang Pembaptis justru menyangkal pendapat bahwa dirinya ialah Elia yang datang kembali (Yoh 1:21)
Sudut pandang yang berbeda ini menggambarkan dinamika perkembangan gagasan mengenai akhir zaman. Pada mulanya memang besar anggapan bahwa akhir zaman segera akan tiba. Kemudian semakin disadari bahwa peristiwa itu baru akan terjadi jauh di masa depan. Yang penting ialah masa kini ini. Perkembangan selanjutnya ialah tidak lagi menghitung-hitung kapan akhir zaman itu tiba. Dalam Injil Yohanes, gagasan yang menyibukkan perhatian orang itu dikatakan sudah terjadi. Era baru dengan kehadiran terang ilahi di dunia inilah zaman akhir jagat. Tidak lagi perlu memikirkan kapan, di mana, dan bagaimana. Sudah hadir dan kini sedang membuat kegelapan tersingkir. Yang perlu ialah menerimanya. Inilah pandangan Injil Yohanes.
Yohanes Pembaptis ditampilkan dalam Injil Yohanes lebih sebagai tokoh yang memberikan "martyria", yaitu kesaksian mengenai siapa Yesus itu. Injil ini tidak memakai sebutan "Pembaptis" baginya, karena yang ditonjolkan ialah perannya memberi kesaksian mengenai siapa Yesus itu.

"MARTYRIA" YOHANES
Apa "martyria" atau kesaksian Yohanes? Tokoh yang dikenal banyak orang itu disebut sebagai yang datang diutus Tuhan untuk memberi kesaksian akan terang yang sudah bersinar dalam kegelapan. Ditandaskan bahwa ia bukan terang itu sendiri. Dari penjelasan di muka mengenai latar belakang zaman itu, maka amat berartilah penegasan bahwa ada "terang bercahaya dalam kegelapan, dan kegelapan tidak menguasainya" (Yoh 1:5) Apakah orang-orang langsung menerimanya dan mempercayainya? Bacaan hari ini mulai dengan kedua ayat berikutnya. Yohanes diutus untuk menjadi saksi bagi terang itu agar dengan demikian orang mulai percaya kepada terang itu sendiri. Dan dalam bagian kedua Injil hari ini (Yoh 1:18-28) dijelaskan lebih lanjut kesaksiannya itu.
Pertama-tama ada serangkaian pernyataan negatif. Yohanes bersaksi bahwa (1) ia bukan Mesias, yaitu orang yang resmi diutus Tuhan kepada umatNya untuk menuntun mereka kembali kepadaNya, (2) ia bukan juga Elia, artinya ia bukan menjadi pertanda bahwa akhir zaman sudah di ambang pintu. Ia menyatakan diri bukan pula sebagai nabi yang pada waktu itu dipercaya sebagai orang yang menyadarkan orang bahwa akhir zaman akan segera terjadi.
Dengan penyangkalan itu ia membuat orang mulai kritis terhadap harapan-harapan saleh yang sudah menjadi gaya berpikir pada masa itu. Apakah harapan seperti itu sebetulnya bukan hanya impian yang menjauhkan orang dari kenyataan? Kecenderungan untuk melarikan diri ke dalam janji-janji dan rasa aman yang diberi warna agama memang ada di mana-mana di sepanjang zaman, terutama di masa-masa sulit. Orang-orang berdatangan menemui Yohanes belum tentu dengan maksud untuk belajar darinya. Banyak yang datang kepadanya untuk mendengarkan harapan-harapan mereka sendiri. Tetapi sang Pembaptis tidak meninabobokan mereka.
Kemudian Yohanes bersaksi mengenai yang dilakukannya. Ia itu suara orang yang berseru-seru di padang gurun, tempat dulu umat Perjanjian Lama hidup dalam bimbingan Tuhan sendiri, tetapi yang kini terasa tidak lagi banyak artinya. Hubungan dengan Tuhan terasa sudah amat renggang. Tetapi justru dalam keadaan itu terdengar Yohanes yang berseru "Luruskanlah jalan Tuhan!" Seperti dalam Yes 40:3, seruan itu bukan ditujukan kepada manusia, melainkan kepada kekuatan-kekuatan surga - tersirat amatan bahwa manusia sudah terlalu kering, sudah tak lagi peka. Dan siapa yang bakal bisa melawan kekuatan-kekuatan itu? Mereka sendiri akan bertindak menyiapkan kedatangan Tuhan. Yang diharapkan dari manusia ialah membiarkan diri dibimbing. Dan Yohanes mengajak orang menghidupi iman ini, bukan membuai diri dengan harapan-harapan saleh akan kedatangan seorang Mesias menurut idealisme mereka sendiri.
Yohanes juga menjelaskan kepada orang-orang yang bertanya mengapa ia membaptis. Ia berkata, yang mereka harap-harapkan itu sudah datang. Terang sudah bersinar, hanya perlu mengenalinya! Itulah puncak kesaksiannya.

  "MARTYRIA" KAUM BERIMAN DI INDONESIA
Tema pokok dalam Injil Minggu ini ialah kesaksian Yohanes Pembaptis akan siapa yang bakal datang itu, yakni yang sudah ada di tengah-tengah umat yang tidak mereka kenal. Dia itu cahaya yang telah menerangi jalan-jalan baru. Yohanes mempersaksikan bahwa terang itu bersinar, sehingga orang percaya dan dapat memperoleh hidup dari terang itu sendiri. Berbagi hidup dengan terang itu sendiri. Kaum beriman dapat semakin belajar dari cara Yohanes bersaksi. Ia menyadarkan betapa pentingnya mengenali terang kehidupan agar supaya tidak hidup dirundung kegelapan. Kesaksian Yohanes dapat menjernihkan batin serta memberi kekuatan baru. Batin kita dipenuhi dengan macam-macam pengharapan dan niatan. Juga dengan pelbagai gambaran mengenai tokoh-tokoh besar. Pimpinan Gereja, pendiri tarekat, santo pelindung, pembimbing rohani.... Semua tokoh panutan ini akan semakin mendekatkan ke inti kehidupan batin bila dihayati sebagai "martyria" atau kesaksian seperti yang dijalankan Yohanes. Ada gunanya mendalami perutusan mereka sebagai perutusan Yohanes: mempersaksikan bahwa terang sudah menyinari kegelapan.
Kesaksian seperti ini dapat juga menjadi "martyria" kaum beriman – Gereja - di Indonesia:  dalam ikutserta membangun keadaban baru untuk tidak membiarkan kesetujuan-kesetujuan dasar dalam hidup bermasyarakat di negeri ini menjadi kabur, mengajak semua orang yang berkehendak baik membangun wahana terang yang baru bagi kehidupan bersama. Itulah "martyria" bagi kaum beriman kini dan di sini.

DARI BACAAN KEDUA (1Tes 5:16-24)
Ayat 16-22 memuat seruan Paulus agar umat di Tesalonika tetap bersuka cita, tekun dalam doa, bersyukur dalam keadaan apapun. Waktu itu orang berpendapat bahwa akhir zaman akan segera terjadi dan para murid dan pengikut berusaha agar siap dan layak untuk itu. Inilah konteks surat Paulus kali ini. Sekaligus Paulus mengarahkan perhatian umat ke masa kini mereka. Umat diajaknya menumbuhkan kepekaan akan Roh yang menggerakkan batin. Ini semua bakal menjauhkan orang dari "segala jenis kejahatan". Pernyataan ini bukan sekadar nasihat agar menjauhi yang tak baik. Dalam ungkapan Paulus, bentuk perintah seperti itu menjadi cara untuk mengatakan hasil ketekunan menjalani hidup dalam bimbingan Roh. Dengan kata lain, menjaga diri agar tidak kehilangan kegembiraan hidup, menemukan arti doa dan syukur dalam keberuntungan maupun kesukaran, tetap terbuka bagi Dia yang menggerakkan batin - semua ini akan menjauhkan orang dari "segala yang jahat". Yang jahat bukanlah semata-mata perkara hukum atau moral belaka melainkan kenyataan rapuhnya kehidupan manusia dan besarnya kekuatan-kekuatan yang mengancamnya. Sering tidak begitu langsung terlihat, tetapi ada kekuatan dalam masyarakat yang justru membawanya ke kemerosotan. Ada arah-arah yang melawan keadaban, ada arus-arus yang membuat kemanusiaan menjadi timpang - yang diketahui bila diperiksa dengan kepekaan rohani. Ajakan Paulus masih bisa menyapa orang sekarang, juga di Indonesia kini. Dan Gereja di Indonesia boleh merasa disapa oleh Paulus sendiri.

Dalam ayat 23-24 terungkap kepercayaan akan Yang Maha Kuasa yang menjaga kemanusiaan dari kecenderungan-kecenderungan yang membuat kemanusiaan timpang dan cacat. Paulus mengungkapkan kemanusiaan dalam cara pandang waktu itu: sebagai yang memiliki ujud rohani ("roh" - pneuma ) dan berkekuatan hidup ("jiwa" - psyche ) dalam badan yang nyata ("tubuh" - sooma). Berarti juga kemanusiaan ini bisa cacat - dimatikan - dihilangkan kekuatannya - sehingga punah kerohaniannya dan menjadi barang kasar belaka. Inilah yang amat menakutkan. Hanya kekuatan ilahi sendiri sajalah yang dapat menolong. Mereka yang kurang membiarkan diri disertai kekuatan ini akan menjadi mangsa daya-daya maut tadi. Dalam ayat 23-24 terungkap kepercayaan akan Yang Maha Kuasa yang menjaga kemanusiaan dari kecenderungan-kecenderungan yang membuat kemanusiaan timpang dan cacat. Paulus mengungkapkan kemanusiaan dalam cara pandang waktu itu: sebagai yang memiliki ujud rohani ("roh" - pneuma ) dan berkekuatan hidup ("jiwa" - psyche ) dalam badan yang nyata ("tubuh" - sooma). Berarti juga kemanusiaan ini bisa cacat - dimatikan - dihilangkan kekuatannya - sehingga punah kerohaniannya dan menjadi barang kasar belaka. Inilah yang amat menakutkan. Hanya kekuatan ilahi sendiri sajalah yang dapat menolong. Mereka yang kurang membiarkan diri disertai kekuatan ini akan menjadi mangsa daya-daya maut tadi.

Salam dari Refter Kanisius,
A. Gianto


Website :
http://pds-artikel.blogspot.com